Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi Polri yang mengangkat mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri tanpa melalui tes.
Namun demikian, pengangkatan menjadi ASN Polri tanpa tes ini membuktikan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap para pegawai KPK beberapa waktu lalu memiliki motif politik.
"Ini sekali lagi membuktikan bahwa TWK versi KPK memang didasari motif politik balas dendam untuk menyingkirkan 57 pegawainya sendiri," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (7/12/2021).
Advertisement
Menurut Kurnia, seharusnya lima pimpinan KPK malu lantaran para mantan pegawainya bergabubg ke Polri. Apalagi, menurut Kurnia, mereka dilantik menjadi ASN Polri tanpa proses TWK.
Meski demikian, Kurnia berharap para mantan pegawai KPK yang bergabung ke Polri bisa membantu kepolisian melakukan percepatan pemberantasan korupsi.
Menurut Kurnia, selama ini kepolisian seringkali menjadikan pemberantasan korupsi sebagai jargon, tanpa ada hasil yang konkret.
"Namun, bergabungnya puluhan eks pegawai KPK itu mesti dicermati lebih lanjut, terutama terkait posisi yang akan mereka tempati nanti," kata Kurnia.
Kurnia menyarankan agar Kapolri Listyo Sigit Prabowo membentuk satuan tugas (satgas) khusus antikorupsi. Pengawasan satgas tersebut harus berada langsung di bawahnya. Nantinya satgas itu diisi oleh para mantan pegawai.
"Tugasnya memetakan potensi korupsi di tubuh Polri dan mendesain reformasi kepolisian. Jika itu bisa direalisasikan, tentu ditambah dukungan dari Kapolri, kepolisian dapat meningkatkan performanya dalam memberantas korupsi," kata Kurnia.
Â
Permasalahan TWK Belum Selesai
Selain itu, Kurnia mengingatkan Presiden Jokowi terkait diangkatnya puluhan eks pegawai KPK menjadi ASN Polri bukan berarti permasalahan TWK selesai begitu saja.
Sebagaimana diketahui, rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM masih berlaku dan Jokowi belum mengambil langkah apa pun.
"Terlihat jelas Presiden berupaya melempar tanggungjawab dan mengabaikan rekomendasi dua lembaga negara tersebut. Bahkan, Presiden sepertinya tidak punya keberanian untuk menegur Firli Bahuri dan Komisioner KPK lain karena tidak mengikuti instruksinya dan melakukan banyak pelanggaran, misalnya maladministrasi dan HAM," kata Kurnia.Â
Advertisement