Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Kongres Ekonomi Umat II. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengatakan, Kongres Ekonomi Umat 2021 ini menyoroti sejumlah ketimpangan yang terjadi pada masyarakat lapisan bawah.
“Masyarakat yang berada pada level usaha mikro dan ultra mikro tampak belum begitu terjamah terutama oleh dunia perbankan, sehingga kesenjangan sosial di tengah masyarakat semakain terjal,” ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu (11/12/2021).
Advertisement
Baca Juga
Dia menyoroti indeks gini ekonomi yang berada pada angka 0,39 dan dalam bidang pertanahan 0,59, padahal jumlah usaha besar hanya 0,01 persen, dengan jumlah pelaku usaha sebanyak 5.550 dan total aset di atas Rp10 miliar.
Sementara usaha menengah sebanyak 0,09 persen dengan jumlah pelaku usaha sebanyak 60.702 dan total aset lebih dari Rp500 juta, dan usaha kecil jumlahnya hanya 1,22 persen dengan jumlah pelaku sebanyak 783.132 dan total aset di atas Rp50 juta.
“Jadi total mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan adalah hanya sekitar 1,32 persen atau 849.334 pelaku usaha. Sementara jumlah UMKM besarnya adalah 98,68 persen dan itu boleh dikatakan belum diurus dengan baik,” jelas Anwar Abbas.
Jika kondisi itu terus terjadi, kata dia, maka akan menimbulkan kesenjangan sosial yang berkepanjangan dan semakin tajam. Kondisi itu juga akan berdampak buruk dalam menjaga stabilitas dan rasa persatuan serta kesatuan bangsa.
Terkait hal ini, MUI mengusulkan agar pemerintah memiliki langkah afirmatif bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.
“Ini penting dilakukan agar bentuk dari struktur dunia usaha bertransformasi dari bentuk piramid menjadi belah ketupat, yang mana jumlah pelaku usaha menengah ke atas cukup dua persen, menengah ke bawah tiga persen, dan menengah sebanyak 95 persen,” terang dia.
Wakil Sekjen MUI, Muhammad Azrul Tanjung meminta agar jangan sampai terjadi intoleransi di dalam bidang ekonomi. Menurut dia, selama ini umat Islam kerap dipojokkan dengan kata-kata intoleran.
Padahal kenyataannya, sudah terjadi intoleransi di bidang ekonomi terhadap umat Islam. Pasalnya, umat Islam yang mayoritas justru menjadi minoritas dalam hal ekonomi.
“Jangan sampai umat Islam selalu berada pada posisi menengah ke bawah. Untuk itu perlu upaya bersama agar dapat meningkat levelnya menjadi menengah bahkan naik tingkat menjadi usaha besar,” terang dia.
Oleh karena itu, MUI beserta ormas Islam memiliki komitmen untuk membangkitkan ekonomi umat. Azrul berharap jangan ada lagi anggapan bahwa umat Islam itu selalu di bawah dalam hal ekonomi dan semuanya harus mempunyai kesempatan yang sama.
Untuk diketahui, Kongres Ekonomi Umat II MUI yang mengangkat tema 'Arus Baru Penguatan Ekonomi Indonesia' ini diselenggarakan di Jakarta pada 10-12 Desember 2021.
Respons Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjawab kritikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas soal terjalnya kesenjangan ekonomi dan sosial di masyarakat. Jokowi mengaku memikirkan cara untuk menurunkan ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin atau gini rasio.
Adapun Anwar Abbas menyebut gini rasio saat Jokowi baru menjabat sebagai Presiden berada di angka 0,41. Sedangkan, gini rasio saat ini turun menjadi 0,39.
"Ya saya juga, dipikir saya engga kepikiran? Gini rasio waktu saya masuk 0,41 lebih. Kepikiran bapak ibu sekalian. Gap seperti itu kepikiran. Jangan dipikir saya enggak kepikiran, kepikiran," kata Jokowi saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Kongres Ekonomi Umat ke-II MUI yang disarkan secara virtual, Jumat (10/12/2021).
"Karena saya merasakan jadi orang susah, saya merasakan betul. Dan enak menjadi orang yang tidak susah memang," sambungnya.
Anwar Abbas juga menyinggung soal ketimpangan penguasaan lahan yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, 1 persen penduduk menguasai hampir setengah lahan yang ada di Indonesia.
"Penguasaan lahan, penguasaan tanah. Apa yang disampaikan oleh Buya betul. Tapi bukan saya yang membagi. Ya harus saya jawab," ujar Jokowi menanggapi kritikan itu.
Advertisement