Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo minta program penurunan stunting dijalankan dengan fokus dan tepat sasaran, bukan sekadar seremonial dengan bagi-bagi Pemberian Makanan Tambahan (PTM) dan gizi yang selalu dilakukan pada akhir tahun. Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko menyampaikan ini usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) terkait percepatan penurunan stunting, Selasa (11/1/2022).
"Sesuai arahan Bapak Presien, laju penurunan stunting per tahun minimal 3 persen. Ini butuh langkah yang fokus, tepat sasaran, dan terpadu, bukan seremonial untuk menghabiskan anggaran seperti sebelum-sebelumnya," ujar Moeldoko.
Moeldoko menyampaikan, program percepatan penurunan stunting akan dilakukan secara terpadu, yakni di bawah tanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BKKBN, dengan anggaran belanja sebesar Rp 50 triliun.
Advertisement
"Langkah ini diambil karena sebelumnya percepatan penurunan stunting melibatkan 19 kementerian/lembaga. Ini yang dinilai Bapak Presiden tidak efektif sehingga ke depan lebih disederhanakan," tambah Moeldoko.
Selain itu, kata Moeldoko, percepatan penurunan stunting harus memanfaatkan program Satu Data Indonesia agar intervensi pada daerah-daerah yang memiliki prevalensi stunting tinggi bisa tepat sasaran.
"Jika ini dilakukan maksimal, target penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024 dapat tercapai," tambah Moeldoko.
Dalam Ratas yang digelar secara daring tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Dr Moeldoko juga menyampaikan beberapa rekomendasi untuk penurunan stunting secara nasional. Di antaranya, perlunya dukungan pemerintah pusat berupa pendampingan teknis, barang, dan dana setidaknya untuk 3 provinsi dengan stunting tertinggi, yakni NTT, Sulbar, dan Aceh.
"KSP juga meminta Bapak Presiden memimpin Gerakan Nasional Posyandu Aktif, sebagai garda terdepan cegah stunting," ungkap Panglima TNI 2013-2015 tersebut.
Penurunan Angka Stunting
Sebagai informasi, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, tahun 2021 angka stunting secara nasional turun sebesar 3,3 persen per tahun, yakni dari 27,7 persen pada 2019 menjadi 24,4 persen pada 2021. Penurunan tersebut dinilai belum signifikan karena masih di atas standar WHO yakni 20 persen.
Advertisement