Jadi Saksi Meringankan, Ketua JoMan: Kalau Munarman Teroris, Jokowi Sudah Tidak Ada

Immanuel mengatakan, persoalan hukum yang menjerat Munarman saat ini lebih berkaitan dengan masalah politik. Dia mengandaikan, apabila Jokowi tidak terpilih pada Pilpres 2019 lalu, dirinya lah yang bakal terjerat persoalan hukum.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Feb 2022, 15:57 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2022, 15:57 WIB
FOTO: FPI Bantah Tudingan Penyerangan Terhadap Polisi
Munarman, saat masih menjabat sebagai Sekretaris Umum DPP FPI. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer meyakini jika terdakwa mantan  Sekretaris Front Pembela Islam (FPI), Munarman bukanlah sebagai pelaku dugaan tindak pidana teroris, sebagaimana yang telah di dakwaan dalam perkara ini.

"Karena saya tidak punya keyakinan kawan saya sebagai terorisme," kata Immanuel saat hadir sebagai saksi meringankan (A de Charge) sidang di PN Jakarta Timur, Rabu (23/2/2022).

Argumen itu disampaikan Immanuel, dengan mengaitkan momen ketika kehadiran Presiden Joko Widodo saat acara Reuni 212 yang di gelar di Monas, Jakarta pada 2 Desember 2016 silam.

Pasalnya, lanjut Immanuel, apabila tuduhan teroris terhadap Munarman benar. Dia menilai jika Sekretaris FPI itu sudah menyerang Jokowi pada saat acara tersebut.

"Kedua kalo dia teroris, Jokowi yang saya dukung tidak ada lagi," ujar Immanuel.

Menurut dia, persoalan hukum yang menjerat Munarman saat ini lebih berkaitan dengan masalah politik. Dia pun mengandaikan, apabila Jokowi tidak terpilih pada Pilpres 2019 lalu, dirinya lah yang bakal terjerat persoalan hukum.

"Saya pernah dizalimi seperti ini. Mungkin kalau Presiden bukan Jokowi saya bisa diadili di sini. Jangan sampai, jangan karena pandangan politik (Munarman) dihukum mati atau seumur hidup," tuturnya.

Terlebih, Immanuel juga sering dicap sebagai komunis, sehingga dia menilai besar kemungkinan dirinya dapat dijerat dengan argumen sebagai komunis untuk diseret ke persoalan hukum.

"Sering (dicap komunis). Itu (saat membela) di Ciseeng, waktu itu soal sute," bebernya.

 

 

Sanggah Dukung Gerakan Terorisme

Usai Munarman Ditangkap, Polisi Geledah Kantor Sekretariat FPI
Polisi berjaga saat penggeledahan di lokasi bekas Sekretariat Markas Front Pembela Islam di Petamburan, Jakarta, Selasa (27/4/2021). Munarman juga diduga menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Terdakwa mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI), Munarman dihadirkan dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) saat sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang perkara dugaan tindak pidana terorisme, Rabu (15/12/2021).

"Faktanya, para pejabat tinggi negara aman dan baik-baik saja. Bahkan bisa menjabat terus hingga saat ini," kata Munarman.

Munarman memberi penegasan. Aksi teror tidak terjadi saat itu. Sehingga, kata dia, tidak tepat jika Jaksa mendakwa dan mengaitkannya dengan tindak pidana terorisme.

"Sebab, bertentangan dengan logika akal sehat," sebutnya.

 

Gerakkan Aksi Terorisme

Dalam perkara ini, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme.

Dia disebut menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas. Termasuk juga diduga menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas. Selain itu, perbuatannya mengarah pada perusakan fasilitas publik.

Selain itu, Aksi Munarman diduga berlangsung pada Januari hingga April 2015 di Sekretariat FPI Kota Makassar, Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Sudiang Makassar, dan Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) UIN Sumatera Utara.

Sehingga Munarman didakwa dengan Pasal 14 Jo Pasal 7, Pasal 15 Jo Pasal 7 serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dalam eksepsi nya, Munarman membantah terlibat dalam aksi terorisme seperti dalam dakwaan JPU. Dia membela diri dengan mengambil contoh saat Aksi 212 pada 2 Desember 2016 yang dihadiri kepala negara dan petinggi negara di Monumen Nasional (Monas).

 

Reporter: Bachtiarudin Alam 

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya