Penegakkan Hukum dan Pembaharuan Pemerintahan

Bagi Deputi Bidang Administrasi DPD RI, Lalu Niqman Zahir, peristiwa yang menimpa Ade Armando adalah salah satu contoh dari peristiwa yang dikenal dengan nama “main hakim sendiri” atau eigenrichting.

oleh Fachri pada 15 Apr 2022, 15:59 WIB
Diperbarui 15 Apr 2022, 15:50 WIB
Lalu Niqman Zahir
Deputi Bidang Administrasi DPD, Lalu Niqman Zahir.

Liputan6.com, Jakarta Aksi yang dilakukan elemen mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI di depan Gedung DPR/MPR/DPD pada 11 April 2022 menyisakan beberapa noda.

Seperti pada aksi yang diakhiri dengan kericuhan yang disebabkan oleh elemen di luar mahasiswa dan kedua kekerasan yang dialami oleh pegiat media sosial dan juga dosen UI, Ade Armando.

Ade Armando merupakan sosok yang penuh dengan kontroversi. Melalui berbagai pernyataannya, Ade melontarkan LGBT yang tidak menjadi perbuatan terlarang dalam agama, tentang membaca Al’quran dengan langgam jawa, minang, blues atau hip hop, pernyataannya tentang haji yang tidak wajib dan umrah adalah pemborosan serta shalat lima waktu tak ada dalam Al’quran.

Bahkan, ia juga telah menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama pada tahun 2017 silam. 

Bagi Deputi Bidang Administrasi DPD RI, Lalu Niqman Zahir, peristiwa yang menimpa Ade Armando adalah salah satu contoh dari peristiwa yang dikenal dengan nama “main hakim sendiri” atau eigenrichting yaitu tindakan sewenang-wenang untuk menghukum atau menghakimi suatu pihak tanpa melalui proses hukum yang berlaku. 

“Adapun perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan terhadap pelaku kejahatan, seperti dengan melakukan intimidasi, pengeroyokan, kekerasan fisik, mulai dari pemukulan, penyiksaan, pembakaran, hingga menyebabkan pelaku kejahatan meninggal dunia. Maka pelaku main hakim sendiri secara tidak langsung sudah melakukan tindak kejahatan. Sedangkan yang berwenang menindak pelaku kejahatan adalah penegak hukum, yaitu polisi, pengadilan dan kejaksaan. Dalam kehidupan kita sehari hari peristiwa eigenrichting bisa dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, maupun oleh aparat penegak hukum sendiri,” jelas Lalu Niqman Zahir.

Faktor dari Main Hakim Sendiri

Prof. Suteki menilai, bahwa peristiwa yang dialami Ade Armando ini terjadi karena empat faktor.

“Pertama, pengalaman masa lalu pelaku terkait pengalaman pidana yang dialami atau tindak pidana tertentu yang menimpanya, akan tetapi ia merasa penyelesaian perkaranya tidak dilakukan secara adil oleh aparat penegak hukum. Kedua, aparat penegak hukum kerap kali berbuat diskriminatif sehingga menimbulkan rasa tidak puas bahkan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap aparat penegak hukum. Ketiga, situasi dan kondisi yang terjadi pada saat peristiwa eigenrichting itu terjadi mendorong psikologi massa mudah terbakar. Dan yang keempat, kurangnya kontrol yang dilakukan oleh aparat penegak hukum setempat,” ungkapnya.

Lalu Niqman Zahir berujar, bahwa peristiwa yang dialami Ade Armando ini terjadi karena faktor utama yang menjadi trigger.

“Adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap aparat penegak hukum atas penanganan kasus hukum Ade Armando yang secara de facto saat ini menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama sejak tahun 2017, namun sampai saat ini belum jelas tindak lanjutnya,” ujarnya.

Setidaknya ada dua hal yang dapat disimpulkan terkait peristiwa main hakim sendiri. Pertama, eigenrichting adalah reaksi terhadap kejahatan yang dilakukan masyarakat namun melampaui batasan batasan hukum yang diperkenankan dan hal ini adalah perbuatan ilegal. Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pranata hukum yang menjadi trigger dalam kasus main hakim sendiri.

Melihat dari Konteks Ilmu Pemerintahan

Jika dilihat dalam konteks ilmu pemerintahan maka seluruh persoalan persoalan hukum dan kemasyarakatan yang terjadi di tengah masyarakat adalah masuk dalam ranah pemerintahan sebagai penyelenggara negara. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

Sedangkan ciri-ciri dari negara hukum antara lain:

1) Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat peraturan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

2) Adanya pembagian kekuasaan negara;

3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Dengan ciri-ciri tersebut maka dapat dipahami bahwa ide sentral dari negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan hak warga negara termasuk pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

Tidak Ada Toleransi terhadap Main Hakim Sendiri

Indonesia sebagai negara hukum seharusnya tidak bisa memberikan toleransi terhadap peristiwa eigenrichting baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun aparat pemerintah atau aparat penegak hukum.

"Oleh karena itu untuk mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara hukum, maka pembaharuan pemerintahan merupakan sesuatu hal yang natural dan sebuah keniscayaan. Pembaharuan pemerintahan pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, proses dan nilai-nilai dalam penyelenggaraan pemerintahan," kata Lalu Niqman Zahir.

"Pembaharuan mengandung arti mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Pemerintahan yang dimaksudkan adalah pemerintahan dalam arti luas yakni segala bentuk kegiatan atau aktivitas penyelenggara Negara yang dilakukan oleh organ-organ Negara yang mempunyai otoritas atau kewenangan untuk menjalankan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan," lanjut Lalu Niqam Zahir.

Keniscayaan Pembaharuan Pemerintahan

Pembaharuan pemerintahan sebagai sebuah proses yang alamiah meliputi berbagai aspek seperti pembaharuan kelembagaan, pembaharuan proses dan pembaharuan nilai. Pembaharuan pemerintahan dari sisi kelembagaan dapat digambarkan dalam konteks bentuk institusinya.

Sedangkan pembaharuan pemerintahan dari sisi proses mengandung makna adanya pembaharuan pemerintahan dari sisi bagaimana pemerintahan itu selenggarakan misalnya kita mengenal konsep Reinventing Government, Good Governance, Dynamic Governance, Collaborative Governance, Open Governance.

Pembaharuan pemerintahan dari sisi nilai mengandung makna bagaimana pemerintahan harus secara terus menerus melakukan pengembangan nilai nilai dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu juga bagaimana menanamkan nilai nilai dalam penyelenggaraan pemerintahan seperti: akuntabilitas, transparansi, responsivitas, efektif, efisien, inklusif, fair, aksesibilitas, partisipasi, dan patuh terhadap hukum.

Yang Harus Dibenahi oleh Negara

Oleh karena itu paling tidak ada dua hal menurut Lalu Niqman Zahir yang harus dibenahi dalam rangka pembaharuan pemerintahan.

"Pertama, pemerintah harus segera memperbaiki criminal justice system kita yang bisa dimulai dari perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Pemerintah harus mendorong perbaikan peraturan perundang undangan tersebut secara saksama dan holistik terutama perbaikan terhadap KUHP dan KUHAP secepatnya. Dan kedua, Pemerintah harus mendorong secara penuh upaya reformasi yang sedang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum terutama Kepolisian RI sebagai lembaga terdepan dalam penegakan tindak pidana," tutup Lalu Niqman Zahir.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya