Liputan6.com, Jakarta Pidato Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa yang viral dengan istilah “Amplop Kiai” terus berbuntut panjang. Perkembangan terakhir, adalah munculnya keputusan Majelis Syariah, Majelis Pertimbangan & Majelis Kehormatan PPP memecat Suharso Monoarfa dari kursi Ketum PPP.
Keputusan tiga Majelis PPP itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Ahmad Khoirul Umam, bisa dimaknai sebagai jatuhnya legitimasi politik Suharso di dalam internal partai, sekaligus memperlihatkan munculnya dua faksi di dalam Partai Kakbah itu.
"Keputusan tiga Majelis PPP tersebut menandai telah jatuhnya legitimasi politik Suharso di mata kader internal partainya. Di saat yang sama, perlawanan politik kubu Suharso terhadap keputusan itu juga menandai terjadinya faksionalisme internal di tubuh PPP,” kata Ahmad Khoirul Umam, saat dikonfirmasi Senin (5/8/2022).
Advertisement
Jika konflik internal ini terus berlanjut menjadi sengketa hukum di tingkat PTUN dan MA, sambung Khoirul Umam, maka dampaknya tidak hanya akan melemahkan soliditas akar politik partai, tetapi juga berpotensi berpengaruh pada keabsahan data verifikasi partai politik yang baru saja didaftarkan di KPU pada bulan Agustus lalu.
Menurutnya, Jika proses mitigasi tidak segera dilakukan, pelemahan sel-sel politik PPP mengancam tidak optimalnya mesin politik partai.
“Jika kondisi itu dibiarkan, ancaman degradasi parliamentary threshold 4% akan membayangi PPP. Jangan sampai Pemilu 2024 menjadi pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan,” tutur Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Jakarta ini.
Selain itu, lanjut Khaoirul Umam, pemecatan Suharso juga akan berdampak serius pada soliditas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Bisa jadi, kepemimpinan baru PPP pengganti Suharso akan mengoreksi keputusan politik koalisi.
"Dari pada di KIB sekedar menjadi pelengkap saja, maka PPP berpeluang dibawa untuk bergabung dengan koalisi lain, yang lebih merepresentasikan karakter nilai-nilai politik Islam, untuk menjaga basis pemilih loyalnya,” ujarnya.
PPP Potensi Kehilangan Suara
Khoirul Umam mengingatkan, PPP termasuk parpol senior yang menurun elektabilitasnya di pemilu 2019, karena terbelahnya sikap elit PPP dengan keinginan massa akar rumputnya.
"Ingat, PPP menjadi salah satu partai politik yang menurun elektabilitasnya di Pemilu 2019 lalu akibat terjadinya spit ticket voting, di mana dukungan elit partai terhadap pasangan Capres tidak merepresentasikan karakter basis pemilih loyalnya,” papar Khoirul Umam.
Dampak politik dari perbedaan sikap politik elit PPP dengan konstituen loyalnya itu, menurutnya, bakal membuat pemilih setia PPP akan mengalihkan suaranya ke partai Islam lainnya.
Konsekuensi dari migrasi massa akar rumput itu, dinilai Khoirul Umam akan menekan elektabilitas PPP.
"Akibatnya banyak pemilih PPP yang bermigrasi ke partai lain, hingga membuat elektabilitas PPP terkoreksi menjadi 4,52% saja, atau hanya 0,52% di atas ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ada,” tutup Khoirul Umam.
Advertisement