Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan, Indonesia harus mengkaji kesiapan ekonomi digital secara komprehensif, terutama bidang pendidikan dan kesiapan masyarakat. Selain itu, juga agar pemerintah mampu beradaptasi menghadapi dampak krisis global.
"Dinamika ekonomi global yang berimbas kepada setiap negara harus dihadapi dengan kemampuan beradaptasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, lewat pemanfaatan ekonomi digital," kata Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada diskusi secara daring bertema Peran Ekonomi Digital Indonesia dalam Menghadapi Krisis yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/9/2022).
Dalam diskusi yang dimoderatori Dosen Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto itu menghadirkan Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, Badan Siber & Sandi Negara/BSSN, Edit Prima, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, Ketua Umum Asosiasi Pempimpin Digital Indonesia Dedy Permadi dan Ignasius D.A. Sutapa sebagai narasumber.
Advertisement
Selain itu, hadir pula Peneliti Collaboration with Research Cluster of Digital Business and Economics Universitas Indonesia Christy D. Mariana dan Wartawan Ekonomi Media Indonesia, Raja Suhud sebagai penanggap.
Baca Juga
Menurut Lestari, kesiapan ekonomi digital tidak hanya mengedepankan pemanfaatan teknologi, namun menuntut kesiapan secara matang sumber daya manusia, kebijakan pendukung dan sistem keamanan digital yang memadai. "Karena, ekonomi digital terus bertumbuh, sementara literasi digital masyarakat di Indonesia masih berjalan perlahan," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.
Selain itu, menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, salah satu tantangan investasi ekonomi digital di tanah air adalah keamanan siber. Infrastruktur dan sumber daya manusia dalam bidang keamanan siber, harus menjadi prioritas dalam upaya beradaptasi dengan ekonomi global yang terus bertumbuh di tengah terpaan krisis.
Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, berhadapan dengan ragam perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, suatu negara tidak dapat bertumbuh dan berkembang sendiri.
"Kolaborasi dalam berbagai bidang antarinstansi mesti diperkuat dalam menyikapi berbagai perubahan global itu," ujar Rerie.
Â
Potensi Ekonomi Digital
Sementara itu Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, Dedy Permadi berpendapat, potensi global, regional dan nasional ekonomi digital saat ini demikian besar. Proyeksi global untuk ekonomi digital pada 2025, valuasinya diperkirakan mencapai US$23 triliun atau 24,3% dari PDB global.
"Sedangkan potensi ekonomi digital tingkat nasional pada 2021 mencatat valuasi ekonomi senilai US$70 miliar atau senilai lebih dari Rp1. 000 triliun. Angka tersebut diproyeksikan mencapai US$315 miliar atau berkisar senilai Rp4.500 triliun pada 2030. "Itu potensi sangat besar," ujar Dedy.
Perkembangan ekonomi digital itu, tambah Dedy, tidak terlepas dari dorongan penetrasi internet di tanah air yang saat ini tercatat 77,02%. Ia menilai peran ekonomi digital dalam pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin besar. "Apalagi ekonomi digital sudah terbukti sebagai salah satu sektor yang cepat pulih dari dampak pandemi," ujarnya.
Berbagai upaya untuk penguatan sektor digital pun, jelas Dedy, terus dilakukan pemerintah lewat penguatan literasi digital masyarakat hingga perluasan infrastruktur internet di tanah air, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang lebih baik.
Sedangkan Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, BSSN, Edit Prima mengungkapkan, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, serangan terhadap traffic internet yang digunakan pun semakin meningkat. Pada 2021, bahkan tercatat 1,6 miliar anomali traffic internet yang menyasar sejumlah akun masyarakat.
"Berdasarkan kondisi itu, upaya penguatan sistem keamanan siber terhadap para pelaku ekonomi digital dan masyarakat harus dikedepankan lewat berbagai upaya, agar potensi ekonomi dan sosial dari sektor digital yang ada bisa terus dikembangkan," tambah Edit.
Badan Siber & Sandi Negara, ujar Edit, terus berupaya memberikan pelatihan dan modul sistem keamanan siber yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi digital dan masyarakat.
Â
Advertisement
Dua Sisi Mata Uang
Adapun Ketua Umum Asosiasi Pempimpin Digital Indonesia, Ignasius D.A. Sutapa mengungkapkan, kondisi saat ini seperti dua sisi mata uang. Ada peluang ekonomi dari kemajuan teknologi namun di sisi lain serangan siber juga tinggi.
Potensi besar dalam pemanfaatan teknologi di sektor ekonomi, ujar Ignasius, tidak diiringi kesiapan pelaku usaha dalam memanfaatkan ekonomi digital untuk menangkap peluang tersebut. Menurutnya, baru 30% masyarakat Indonesia memiliki literasi digital, sementara inklusi keuangannya sudah mencapai 76%. Kondisi tersebut, jelasnya, menghadirkan potensi risiko yang besar.
"Sehingga, perlu peningkatan literasi digital masyarakat agar inklusi keuangannya bisa bertumbuh dengan baik. Selain itu dibutuhkan modernisasi regulasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital secara nasional," tambah Ignatius.
Pandangan yang sama diutarakan Peneliti Collaboration with Research Cluster of Digital Business and Economics Universitas Indonesia, Christy D. Mariana. Dia sependapat bahwa ekonomi digital mampu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Tantangannya, adalah bagaimana transformasi digital di masyarakat dapat dilakukan secara menyeluruh sehingga mampu menciptakan berbagai peluang di emerging market. Namun, masyarakat perlu dipersiapkan untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul, lewat penguatan pengetahuan tentang cyber security dan ekonomi digital," ujar Christy.
Menurut Christy, agar ekonomi digital mampu mendorong kebangkitan ekonomi nasional dari krisis diperlukan pengembangan infrastruktur, peningkatan kecakapan digital masyarakat dan sejumlah kebijakan yang mendukung ekosistem digital.
Wartawan bidang Ekonomi Harian Media Indonesia, Raja Suhud berpendapat literasi digital masyarakat harus terus didukung meski membutuhkan biaya yang mahal. Karena, jelasnya, tanpa mempersiapkan literasi yang cukup sama saja menjerumuskan masyarakat ke dunia digital dengan pertahanan yang rapuh.
Jadi, tegas Raja Suhud, kemauan yang tinggi dari masyarakat untuk masuk ke dunia digital harus dibarengi dengan peningkatan literasi dan keamanan data.
Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat transformasi digital menyebabkan masa depan datang lebih cepat, sekaligus membuat masa silam berlalu lebih cepat. Karena itu, tegas Saur, yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan bangsa untuk tingkatkan kapasitas belajar setiap warga negara dan mampu mengubah mindset dengan cepat.