Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua terdakwa korupsi pengerjaan proyek KTP Nasional berbasis elektronik atau e-KTP masing-masing pidana penjara 5 tahun.
Dua terdakwa itu yakni mantan Dirut Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi.
Baca Juga
Jaksa menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Advertisement
Keduanya diyakini terbukti terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011-2013.
Selain pidana penjara 5 tahun, keduanya juga dituntut untuk membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Menuntut, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua penuntut umum melanggar Pasal 3 UU Tipikor," ujar Jaksa Surya Tanjung membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Senin (17/10/2022).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," sambungnya.
Dalam melayangkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan terhadap keduanya. Hal yang memberatkan yakni, perbuatan keduanya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sebabkan Kerugian Negara
Selain itu, perbuatan Isnu Edhi dan Husni Fahmi dianggap telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang besar.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan yakni, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga. Sementara itu, kata jaksa, terdakwa Husni Fahmi telah mengembalikan seluruh uang hasil korupsi yang diperoleh sebesar USD 20 ribu.
"Terdakwa Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi hasil keuntungan atas proyek e-KTP karena uang yang berada di rekening manajemen bersama sudah disita oleh KPK," kata jaksa.
Diketahui, mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi didakwa terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Jaksa menyebut keduanya turut serta merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun akibat proyek pengadaan e-KTP. Perbuatannya itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak lainnya yakni, Setya Novanto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman.
Advertisement
Tersangka Lain
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni, serta Ketua Panitia Pengadaan Barang atau Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan.
Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pengadaan e-KTP. Jaksa menyebut Husni Fahmi diperkaya sebesar USD 20 ribu dari proyek e-KTP ini. Tak hanya Husni Fahmi, sejumlah pihak lainnya juga diperkaya dari proyek ini.
Adapun, mereka yang turut diperkaya dari proyek e-KTP yakni, Andi Narogong, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, Wahyudin Bagenda, dan Johanes Marliem. Isnu Edhi dan Husni Fahmi juga turut memperkaya PT PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya.
Atas perbuatannya, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi dituntut melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.