Langkah DPR Tidak Memasukkan RUU Sisdiknas di Prolegnas Prioritas 2023 Diapresiasi

Langkah DPR ini dinilai tepat untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2022, 14:12 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 11:14 WIB
Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2020/2021 Sesuai Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 (Foto: Istimewa)
Ilustrasi siswa/siswi sekolah. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2023. Keputusan ini menjadi komitmen keberpihakan DPR kepada perbaikan sistem pendidikan Indonesia.

Sebagaimana diketahui, RUU Sisdiknas merupakan salah satu dari 38 RUU yang tak masuk Prolegnas 2023. RUU Sisdiknas merupakan usul pemerintah. Keputusan ini diambil saat Baleg DPR menggelar rapat kerja bersama Menkum HAM Yasonna Laoly dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Saat itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menjelaskan mengapa RUU Sisdiknas tak masuk dalam Prolegnas. Salah satu alasannya lantaran RUU Sisdiknas ini terus menuai protes. DPR pun meminta agar Mendikbud Ristek Nadiem Makarim kembali mengkaji RUU ini lewat dialog dengan pihak-pihak terkait.

Adapun salah satu kontroversi RUU Sisdiknas adalah absennya frasa 'madrasah' dalam Pasal 31 dan 32. Selain itu, Pasal 105 huruf a juga dianggap bermasalah karena tak memuat hak guru terkait tunjangan profesi.

Keputusan DPR untuk tak memasukkan RUU Sisdiknas ke Prolegnas ini pun menuai apresiasi. Langkah DPR ini dinilai tepat untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia.

Keputusan ini menjadi awal untuk membuat peta jalan (Road Map) atau Grand Design Pendidikan Nasional. Road Map disusun dan dibuat oleh Panitia Kerja asional yang mewakili berbagai elemen dari seluruh Nusantara sebelum membahas RUU Sisdiknas.

Suara dukungan terhadap keputusan DPR ini juga datang dari Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Legiman, Spd, Msi. Beliau mempersoalkan RUU ini salah satunya karena aspek tunjangan guru dan dosen yang mengambang dalam RUU ini.

"Walaupun di situ dikatakan bahwa tentang tunjangan guru dosen itu akan ada secara otomatis. Namun itu masih ngambang dan tidak pro terhadap guru dan dosen apalagi dengan pengawas yang notabenenya itu pengawas adalah sebagai ujung tombak dari pada dunia pendidikan khususnya," tutur Legiman.

Oleh karena itu, dia menilai keputusan DPR untuk tak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas 2022 ini sudah tepat. RUU ini mesti dikaji dan direvisi ulang lagi.

"Sangat tepat (keputusan DPR ini) makanya saya mengapresiasi ketika DPR itu menunda atau direvisi ulang dikaji ulang itu RUU. Kami sangat apresiasi dan kami sangat setuju. Itulah barangkali yang kami harapkan dari DPR untuk mendengar suara-suara arus bawah," ungkapnya.

 

Jangan Tergesa-gesa

Sorotan terhadap kelemahan RUU Sisdiknas ini juga disampaikan oleh praktisi dan pengamat pendidikan, Dr Salman Naning dalam hal absennya konteks madrasah dalam RUU Sisdiknas ini.

"Jadi madrasah dalam konteks ini kenapa itu kok hilang. Walaupun katanya ada, pendidikan-pendidikan kita ya beda. Kita punya di madrasah, kita punya pendidikan sekolah-sekolah MAN itu seperti di majelis taklim dan lain sebagainya. Tapi rumahnya berbeda dengan klausal madrasah itu sendiri," ujar Dr Salman.

Dr Salman mendukung DPR jika RUU Sisdiknas ini tidak masuk dalam Prolegnas 2022. Menurutnya, membicarakan RUU ini memang tidak boleh tergesa-gesa.

"Jadi kalau kita bicara undang-undang tidak usah tergesa-gesa atau tergopoh-gopoh. UU harus diciptakan dihasilkan melalui pemikiran bersama bukan hanya pemikiran segelintir orang yang ada di satu area saja," tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya