Liputan6.com, Jakarta - Polisi akan memanggil mantan anggota Polri, Ismail Bolong, terkait kisruh uang panas hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur, yang diduga mengalir ke kantong perwira tinggi (Pati) kepolisian.
"Kita melakukan pemanggilan dulu ya," tutur Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pipit Rismanto, saat dikonfirmasi, Jumat (25/11/2022).
Pipit masih enggan merespon perihal keberadaan Ismail Bolong atau pun perlunya pencekalan terhadapnya.
Advertisement
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto membantah terlibat kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) seperti yang sempat diungkap dalam pengakuan viral mantan polisi, Ismail Bolong.
Bantahan ini sekaligus merespons pernyataan mantan Karopaminal Divisi Propam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan (terdakwa kasus kematian Brigadir J) terkait penyelidikan yang dilakukan Propam Polri atas kasus tambang ilegal Ismail Bolong di Kaltim.
"Tanya ke anggota di jajaran, kelakuan HK (Hendra Kurniawan) dan FS (Ferdy Sambo)," kata Kabareskrim Agus saat dikonfirmasi, Jumat (25/11/2022).
Hendra Kurniawan beberapa waktu lalu membenarkan keberadaan LHP nomor R/ND137/III/WAS.2.4./2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang ditandatangani langsung olehnya dan ditujukan kepada Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Terkait hal ini, Agus justru mempertanyakan jika memang benar ada kasus tersebut, kenapa malah kemudian hilang begitu saja.
"Kenapa kok dilepas sama mereka kalau waktu itu benar," kata mantan Kapolda Sumatera Utara ini.
Pernyataan Hendra Kurniawan, lanjut Agus, tidak lantas membuktikan keterlibatannya dalam kasus tambang ilegal Ismail Bolong.
"Keterangan saja tidak cukup apalagi sudah diklarifikasi karena dipaksa," ujar Agus.
Menurut Agus, situasi tersebut pun menjadi janggal, bahkan menimbulkan dugaan justru Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan yang terlibat dalam kasus tambang ilegal Ismail bolong serta berupaya membuat pengalihan isu.
"Jangan-jangan mereka yang terima dengan tidak teruskan masalah, lempar batu untuk alihkan isu," Agus menandaskan.
Hendra Kurniawan: LHP Tidak Fiktif
Eks Karo Paminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan membenarkan jika dirinya telah mengusut terkait kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menyangkut Aiptu (purn) Ismail Bolong sebagaimana laporan hasil penyelidikan (LHP) Divpropam.
Pengakuan itu disampaikan oleh Hendra, saat dirinya hendak diperiksa sebagai terdakwa atas perkara dugaan obstruction of justice atas pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Betul (LHP itu). Betul ya saya (yang langsung memeriksa Ismail Bolong)," kata Hendra sambil tersenyum di PN Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Dari dokumen yang beredar, pernyataan Hendra itu turut merujuk LHP nomor R/ND137/III/WAS.2.4./2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang ditandatangani langsung oleh Hendra Kurniawan ditujukan kepada Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Namun terkait dengan penjelasan lebih lanjut soal dokumen tersebut, Hendra tak bicara banyak dan hanya menegaskan bahwa LHP itu tidak fiktif dan sebagaimana data yang pernah ia selidiki.
"Tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, enggak fiktif," ujar Hendra.
Advertisement
Pelaggaran
Merujuk pada dokumen tersebut, hasil penyelidikan Ropaminal Divpropam Polri mendapatkan adanya pelanggaran dalam wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat penambangan batubara ilegal di hutan tanpa Izin Usaha Penambangan (IUP), dengan modus memberikan fee kepada pemilik lahan.
Tambang itu tersebar di berbagai lokasi seperti, Kutai Kartanegara, Bontang, Paser, Samarinda dan Berau. Yang mana dari sederet pengusaha tambang ada Ismail Bolong yang menjual hasil tambangnya kepada Tan Paulin dan Leny Tulus yang diduga juga memiliki kedekatan dengan PJU Polda Kalimantan Timur.
Dalam lembar poin selanjutnya juga menyebut bahwa atas pelanggaran tersebut Polda Kalimantan Timur tidak melakukan upaya penegakan hukum atas adanya penambangan batubara ilegal dikarenakan telah menerima uang koordinasi serta adanya intervensi dari PJU Polda Kaltim, unsur TNI dan Setmilpres; sejak bulan Juli 2020.
Uang tersebut disebut turut diterima satu pintu oleh Dirreskrimsus atas petunjuk Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Rudolf Nahak untuk dibagikan kepada PJU Polda Kaltim dan Polres yang wilayah hukum ada penambangan batubara ilegal dengan nominal berbeda-beda.
Lebih lanjut, khusus Aiptu Ismail Bolong selaku Satintelkam Polresta Samarinda ternyata memiliki tambang batubara ilegal sebanyak 8 titik Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur yang dijual kepada Yan Paulin.
Guna melancarkan bisnisnya selain menyerahkan uang kepada pihak kepolisian sekitar, ternyata Ismail juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes Pol Budi Haryanto selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp.3.000.000.000,- setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim Polri.
Selain itu juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim Polri, dalam bentuk USD sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 senilai Rp. 2.000.000.000,- setiap bulannya.
Bisnis Ismail Bolong tidak dilakukan penindakan dikarenakan mendapat informasi dari Kombes Pol Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri.
Atas hasil penyelidikan ini, disimpulkan pada poin C, ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.