Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi peringatan kepada pejabat negara yang telat menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2024. Menurut Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto, hari ini adalah batas akhir hal itu dilakukan. Bila terlambat, akan ditegur.
"Peneguran tentunya akan dilakukan bila adanya keterlambatan," ucap Tessa kepada awak media, seperti dikutip Jumat (12/4/2025).
Baca Juga
Tessa menjelaskan, per tanggal 9 April 2025 secara nasional, masih ada 16.867 pejabat negara yang belum menyetor LHKPN dari total 416.723 orang. Artinya, hanya 4 persen yang belum melaporkan hartanya.
Advertisement
"KPK mengimbau kepada pimpinan atau satuan pengawas internal pada masing-masing institusi agar secara proaktif memantau dan mengawasi kepatuhan pelaporan LHKPN ke para penyelenggara negara (PN) dan juga para wajib lapor(WL)," tegas Tessa.
Sebagai informasi, berikut rincian PL dan para WL yang sudah menyetorkan LHKPN dari tiap klaster instansi:
Bidang Eksekutif: 320.647 (96,28%) sudah lapor dari total 333.027 wajib lapor, tersisa 12.423 PN/WL yang belum lapor.
Bidang Legislatif: 17.439 (83,53%) sudah lapor dari total 20.877 jumlah wajib lapor, tersisa 3.456 PN/WL belum lapor.
Bidang Yudikatif: 17.925 (99,97%) sudah lapor dari total 17.931 jumlah wajib lapor, tersisa 7 PN/WL belum lapor.
BUMN dan BUMD: 43.914 (97,83%) sudah lapor dari total 44.888 wajib lapor, tersisa 981 PN/WL belum lapor.
Apa Itu LHKPN?
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) adalah instrumen penting yang dirancang untuk mencegah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia, dengan mewajibkan pejabat negara melaporkan harta kekayaannya secara berkala guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Sistem ini dikelola oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari upaya menjaga integritas pejabat publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, setiap penyelenggara negara diwajibkan untuk menyerahkan laporan harta kekayaan, termasuk data pribadi, penerimaan, pengeluaran, serta aset lain yang dimilikinya. Pejabat yang tidak memenuhi kewajiban ini akan dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga mendorong kepatuhan dan transparansi.
Pelaporan LHKPN juga berlaku bagi calon penyelenggara negara seperti calon presiden, wakil presiden, dan kepala daerah sebagai langkah untuk menilai integritas dan komitmen mereka terhadap transparansi sebelum menjabat. Melalui sistem ini, LHKPN menjadi instrumen pengawasan yang efektif dalam menjaga integritas pejabat publik dan meminimalkan potensi korupsi. Yuk kenalan lebih dekat dengan LHKPN, dirangkum Liputan6, Jumat (3/1).
Advertisement
Pengertian LHKPN dan Dasar Hukumnya
Mengutip kpk.go.id, LHKPN merupakan laporan yang memuat rincian informasi mengenai harta kekayaan yang dimiliki oleh pejabat negara, termasuk aset bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan, dengan tujuan untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. Sistem ini diperkenalkan untuk memastikan bahwa semua penyelenggara negara memiliki tanggung jawab dalam menjaga kepercayaan publik dan mencegah penyalahgunaan jabatan.
Dasar hukum LHKPN merujuk pada dua undang-undang utama, yaitu UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN serta UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang secara eksplisit mengatur kewajiban melaporkan harta kekayaan sebagai bagian dari komitmen transparansi.
Dalam penerapannya, LHKPN diwajibkan untuk dilaporkan pada beberapa momen penting seperti saat pertama kali menjabat, setiap tahun, dan setelah berakhirnya masa jabatan, dengan tujuan untuk mengawasi perubahan kekayaan yang dimiliki oleh penyelenggara negara selama menjalankan tugasnya.
