KPK: Perilaku Masyarakat Tak Sejalan dengan Pemahaman Terkait Korupsi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut masyarakat Indonesia sudah paham arti tindak pidana korupsi. Namun...

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Des 2022, 13:37 WIB
Diterbitkan 14 Des 2022, 13:34 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata
Komisioner KPK, Alexander Marwata saat mengumumkan penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora ke KONI Pusat, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019). KPK menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka baru diduga menerima suap Rp26,5 milyar. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut masyarakat Indonesia sudah paham arti tindak pidana korupsi. Namun menurut Alex, pemahaman mereka tak sejalan dengan perilaku.

"Masyarakat kita memang semakin paham soal korupsi. Tapi ketika kita ukur perilaku mereka itu enggak sejalan dengan pemahaman," ujar Alex dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).

Alex menyebut, masyarakat memahami bahwa memberi uang kepada pejabat atau penyelenggara negara dengan maksud tertertu masuk dalam tindak pidana suap dan gratifikasi.

Menurut Alex, meski mereka tahu tindak pidana suap dan gratifikasi membuat mereka di penjara, namun mereka tetap melakukannya lantaran suap menyuap sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan di Indonesia.

"Jadi orang masih memberikan sesuatu ke penyelenggara negara, itu masih dianggap sesuatu yang lumrah. Orang ketika mengurus perizinan, dia memberikan sesuatu, itu juga bukan suatu hal yang buat mereka menjadi merasa bersalah, wajar saja. Bisnis seperti itu, enggak ada perizinan yang gratis," kata Alex.

Bahkan, menurut Alex, pejabat dan penyelenggara negara lah yang dengan sengaja meminta uang kepada masyarakat jika mau keinginannya cepat dipenuhi. Masyarakat pun tak segan memberi uang selama akan mendapatkan keuntungan di kemudian hari.

Menurut Alex, perilaku seperti ini yang harus dihilangkan dari dalam diri masyarakat agar Indonesia terbebas dari praktif koruptif.

"Mereka sampaikan itu, pengusaha-pengusaha, enggak ada perizinan yang gratis. Kalau secara ekonomi kami masih untung, ya enggak ada masalah. Banyak hal bapak ibu sekalian harus kita perbaiki untuk pencegahan korupsi," kata Alex.


KPK: Orang Terjaring OTT Hanya Apes, Lainnya Rapi Sembunyikan Kejahatan

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan lembaga antirasuah bukan kejadian luar biasa.

Menurut Alex, mereka yang kedapatan tengah melakukan tindak pidana korupsi dalam OTT KPK hanyalah mereka yang sedang sial.

"Saya kok masih merasa, orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara terkena perkara korupsi itu apes. Bukan kejadian yang luar biasa," ujar Alex dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).

Alex menyebut banyak pihak yang melakukan tindak pidana korupsi dan tak tertangkap tangan oleh KPK lantaran menjalankan perbuatannya dengan rapi. Alex menilai korupsi masih merajalela di Indonesia.

"Sebetulnya yang lain kelakuannya sama, hanya mereka lebih rapi dalam menyembunyikan, dalam melakukan tindakan dan menyembunyikan kekayaannya, lebih rapi," kata Alex.

Alex menyebut risiko koruptor tertangkap tangan itu sangat rendah. Menurut Alex, hal tersebut yang menyebabkan para penyelenggara negara atau pejabat masih melalukan praktik-praktik korupsi.

"Saya melihat risiko, diketahui atau risiko tertangkap koruptor itu rendah. Ini yang menyebabkan para penyelenggara negara, pejabat itu masih juga merasa nyaman untuk melakukan tindakan koruptif seperti itu," ungkap Alex.

Lebih lanjut Alex menilai, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi belum menghasilkan dampak yang signifikan. Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang stagnan dalam lima tahun terakhir

"Belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Indeks persepsi Indonesia, selama 5 tahun terakhir berkutat di angka 37 atau 38, pernah di angka 40, turun lagi 38," kata Alex.

"Kalo kita jadikan tolok ukur pemberantasan korupsi. Artinya apa? Memang belum menunjukan hasil yang cukup menggembirakan," Alex menambahkan.

 


KPK: Pola Rotasi PNS Jadi Lahan Basah Korupsi

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata usai membacakan konstruksi perkara dan penahanan empat tersangka dugaan penerimaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas PUTR Pemprov Sulawesi Selatan TA 2020 di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Salah satu yang ditahan KPK adalah Andi Sonny selaku Kepala Perwakilan BPK Sulawesi Tenggara/Mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan pola rotasi beberapa lembaga negara berpeluang membuat aparatur sipil negara (ASN) melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Ini seperti membuka peluang dan menjadi alasan pembenaran ketika orang melakukan penyimpangan," kata Alex dalam Puncak Peringatan Hakordia Kementerian Keuangan di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2022).

PNS biasanya ditempatkan berpindah-pindah dan jauh dari keluarga. Ongkos pulang pergi dengan jarak yang jauh ini, menurut Alex memicu mereka membenarkan perilaku penyimpangan.

"Di kejaksaan dan kepolisian, mereka ditempatkan jauh, dan terpisah dari keluarga, ini ongkosnya tinggi sekali," kata dia.

Perbedaan besaran gaji antar lembaga negara yang berbeda ini juga bisa memicu perilaku penyimpangan yang merugikan negara. Alex menyebut gaji pegawai Kementerian Keuangan menjadi barometer bagi pegawai di kementerian atau lembaga lain.

"Kementerian Keuangan ini jadi barometer dari lembaga lain. Coba kalau penghasilan di kementerian keuangan kita bisa sedikit rem," kata dia.

 

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya