Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menggelar sidang tuntutan atas kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.Â
Hari ini, Rabu (18/1/2023) giliran terdakwa Putri Candrawathi dan Richard Elliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E yang akan menghadapi sidang tuntutan atas perkara pembunuhan berencana Brigadir J.
Advertisement
Baca Juga
Adapun tiga terdakwa lainnya yakni Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf lebih dulu menghadapi tuntutan jaksa. Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup. Sementara Ricky dan Kuat masing-masing dituntut hukuman delapan tahun penjara.
Rencananya, sidang tuntutan terhadap Putri Candrawathi dan Bharada E akan digelar pada pukul 09.00 WIB.
"Iya (sidang tuntutan Putri Candrawathi dan Bharada E)," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto saat dihubungi, Rabu.
Sebelumnya diberitakan, Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Tuntutan terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa (17/1/2023).
Tuntutan penjara itu berdasarkan dakwaan premier Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan dijatuhkan lantaran JPU berkeyakinan Ferdy Sambo telah menyusun rencana pembunuhan Brigadir J dengan rapih. Hal itu berdasarkan keterangan sejumlah saksi selama persidangan.
Adapun dalam perkara ini, Ferdy Sambo didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J secara bersama-sama dengan Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, Putri Candrawathi dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut terlibat dalam perkara pembunuhan berencana bersama-sama merencanakan penembakan terhadap Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan.
Â
Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf Dituntut 8 Tahun Penjara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Kuat Maruf selama delapan tahun dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Maruf selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan," kata JPU dalam sidang tuntutan di PN Jakarta Selatan, Senin (16/1).
Tuntutan delapan tahun yang dimintakan JPU kepada majelis hakim, dengan turut meliputi dua hal pertimbangan memberatkan dan meringankan.
"Perbuatan terdakwa Kuat Maruf mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan duka mendalam bagi keluarga korban," kata JPU.
Selain itu, JPU juga menganggap keterangan Kuat selama persidangan berbelit-belit dan tidak mengakui serta menyesali perbuatannya dalam perkara dimaksud.
Sementara perbuatan Kuat yang diyakini terlibat dalam rencana pembunuhan Brigadir J sebagaimana yang disusun Ferdy Sambo nyata telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
"Akibat perbuatan terdakwa Kuat Maruf menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat," sebut JPU.
Kemudian, JPU menilai beberapa yang menjadi pertimbangan meringankan bagi Kuat di antaranya belum pernah dihukum dan berlaku perilaku sopan selama persidangan.
"Terdakwa kuat maruf tidak memiliki motivasi pribadi hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain," jelasnya.
Sama dengan Kuat, Ricky Rizal alias Bripka RR juga dituntut selama delapan tahun penjara dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal pidana penjara selama delapan. Dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan sementara," kata JPU saat sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1).
Tuntutan hukuman delapan tahun penjara kepada Kuat dan Bripka RR diberikan JPU berdasarkan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hukuman itu lebih ringan dibandingkan dengan hukuman maksimal yang mencapai pidana mati.
Menurut jaksa, bahwa sepanjang pemeriksaan di persidangan telah didapat fakta-fakta kesalahan Ricky Rizal, yang kemudian dari fakta tersebut tidak terdapat adanya hal yang dapat membebaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana ataupun tidak ditemukan adanya alasan pemaaf serta pembenar atas perbuatannya.
"Oleh sebab itu terhadap perbuatan terdakwa tersebut maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan dan untuk itu terdakwa harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," jelas dia.
Â
Reporter: Nur Habibie
Merdeka.com
Advertisement