Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter obgyn berinisial MSF di Garut viral dan membuat banyak perempuan bertanya-tanya: Bagaimana sebetulnya SOP pemeriksaan kehamilan yang benar?Â
Pertanyaan ini penting untuk mencegah kejadian serupa, serta memastikan pasien mendapatkan layanan medis yang profesional dan beretika.Â
Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi, DR. dr. Ivan R. Sini, SpOG, MD, FRANZCOG, GDRM, MMIS menjelaskan bahwa dalam pelayanan obstetri dan ginekologi, kehadiran chaperone atau pendamping medis saat pemeriksaan kehamilan dan kandungan adalah standar minimal yang harus dipenuhi.
Advertisement
"Dalam konteks pemeriksaan obgyn, keberadaan perawat sebagai pendamping merupakan hal yang sangat mandatori, apalagi bila dokter dan pasien berlainan jenis kelamin," ujar dr. Ivan dalam konferensi pers bersama Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) di Jakarta, Kamis, 18 April 2025.
Chaperone Kerja Apa?
Chaperone adalah tenaga pendamping seperti perawat yang hadir saat pemeriksaan area sensitif, baik pada pasien perempuan maupun laki-laki. Kehadirannya bukan hanya mendampingi secara fisik, tetapi juga memastikan kenyamanan, keamanan, serta integritas proses pemeriksaan.Â
SOP Pemeriksaan Kehamilan: Kepercayaan dalam Relasi Dokter dan Pasien
Menurut dr. Ivan, pemeriksaan di bidang obgyn memang menuntut kedekatan fisik antara dokter dan pasien karena berkaitan dengan organ reproduksi.
Oleh sebab itu, kepercayaan antara keduanya sangat penting. Hubungan dokter dan pasien tidak hanya didasarkan pada keahlian klinis, tetapi juga pada kepercayaan yang dibangun secara sadar dan konsisten.Â
Salah satu bentuk kepercayaan itu adalah saat pasien merasa aman untuk memberikan informasi pribadi dan medis yang sensitif.
Pemeriksaan fisik adalah bagian penting dalam diagnosis. Namun, setiap tindakan, terutama yang menyentuh area pribadi atau bersifat invasif, harus dilakukan dengan izin pasien.Â
"Dalam pemeriksaan fisik standar, minimal dokter harus mengucapkan permintaan izin kepada pasien. Contohnya 'Maaf, Ibu, saya akan melakukan pemeriksaan'," ujar dr. Ivan.
Untuk SOP pemeriksaan kehamilan dan kandungan yang lebih invasif, seperti penggunaan alat atau tindakan medis yang masuk ke dalam tubuh, dokter wajib meminta persetujuan tertulis (written consent).Â
Izin ini bukan sekadar formalitas, tapi harus muncul dari relasi yang didasari rasa saling percaya. Ketika pasien merasa dihargai, mereka akan memberikan persetujuan dengan lebih tenang dan terbuka.
"Consentual dari pemeriksaan itu harus dibina dari hubungan saling percaya antara dokter dan pasien. Ini bukan hanya soal prosedur, tapi bagian dari etika pelayanan kesehatan," tambahnya.
Advertisement
SOP Pemeriksaan Kehamilan dan Kandungan: Prosedur yang Perlu Diketahui
Pemeriksaan obgyn mencakup dua hal utama, yaitu pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan kandungan non-kehamilan. Meski dilakukan oleh dokter spesialis yang sama, pendekatan dan tujuannya bisa berbeda.
Untuk pemeriksaan kehamilan, tujuannya adalah memantau perkembangan janin dan kondisi rahim. Salah satu metode umum adalah:Â
- Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri (TFU): Mengukur bagian tertinggi rahim dengan meraba perut bagian bawah, untuk menilai pertumbuhan janin sesuai usia kehamilan.
- USG Obstetri: Digunakan untuk memvisualisasikan janin, detak jantung, dan perkembangan organ.
Dalam semua prosedur ini, dokter wajib menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta izin sebelum menyentuh pasien.
"Area yang diperiksa adalah area sensitif, jadi pemeriksaan tidak bisa dilakukan tanpa penjelasan dan izin dari pasien. Ini bukan hanya soal etika, tapi juga bentuk penghormatan terhadap hak dan martabat pasien," kata dr. Ivan.
