Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bikin geger. Bak petir di siang bolong, tiba-tiba mengeluarkan putusan Pemilu 2024 ditunda. Putusan ini banjir kritik karena dinilai cacat hukum, melanggar konstitusi, dan mengacaukan sistem ketatanegaraan.
PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan perdata Partai Adil Makmur (PRIMA) yang meminta agar KPU mengulang tahapan Pemilu 2024.
Baca Juga
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst
Advertisement
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan Pengadilan Negeri tidak diperkenankan memutuskan untuk menunda pemilu. Sebab, yuridiksi dan kewenangannya tidak dimungkinkan.
"Berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi ya pemilu itu dilangsungkan secara berkala 5 tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945. Tidak mungkin PN menentang pasal konstitusi ini," kata Feri kepada Liputan6.com, Jumat (3/3/2023).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menjelaskan, tidak ada konsep penundaan pemilu secara nasional dan tidak mungkin PN berwenang menunda pemilu secara nasional.
Sebab, jika PN diberikan wewenang untuk menunda secara nasional, maka akan banyak Pengadilan Negeri di berbagai daerah bisa melakukan itu. Sehingga, putusan tidak masuk akal.
Di mata Feri, demokrasi Indonesia bisa terganggu kalau ada pengadilan negeri atau pengadilan bisa melanggar ketentuan UUD.
"Dan harus diingat bahwa kasus ini perbuatan melawan hukum terkait hak keperdataan Partai PRIMA yang dilanggar oleh penyelenggara pemilu dan tentu saja hal yang harus diperbaiki hak keperdataan Partai PRIMA itu dalam hal ini di tahapan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, jadi tidak ada korelasinya dengan penundaan pemilu secara nasional."
"Bagi saya, ini tindakan dan langkah-langkah yang menentang konstitusi," tegasnya.
Dugaan Praktik Autocratic Legalism
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, menilai amar putusan PN Jakarta Pusat terkait perkara penundaan Pemilu 2024 amat dangkal.
Umam menyebut argumen PN Jakpus ini mencerminkan adanya dugaan praktik autocratic legalism serta orkestrasi kekuasaan untuk menunda Pemilu 2024. Menurut Umam, modusnya jelas, pihak yang punya kepentingan memanfaatkan jalur penegakan hukum.
"Ketika perdebatan dan konfigurasi politik nasional tidak berpihak pada agenda kepentingan penundaan pemilu, maka cara paling mudah dan efektif adalah dengan memanfaatkan jalur penegakan hukum," kata Umam kepada Liputan6.com, Jumat (3/3/2023).
Umam menjelaskan, dengan kedok independensi kekuasaan kehakiman ini, lingkaran kekuasaan yang tidak setuju Pemilu 2024 berupaya memaksa para aktor politik dan demokrasi untuk menuruti kepentingannya.
Cara-cara itu, ujar Umam, dilakukan melalui rangkaian narasi penundaan Pemilu, ide perpanjangan masa jabatan presiden, hingga kontroversi sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup.
"Semua itu diorkestrasi sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024 mendatang," ungkapnya.
Lebih lanjut, menurut Umam, amar putusan PN Jakpus ini bukan semata-mata menunjukkan rendahnya kualitas pemahaman Majelis Hakim terhadap konteks UU Nomor 7/2017 dan objek perkara yang ditanganinya, tapi juga menguatkan dugaan indikasi terjadinya praktik autocratic legalism.
Terlebih, lanjut Umam, gugatan Partai PRIMA di KPU dan Bawaslu sebelumnya telah dilayangkan dan ditolak oleh Bawaslu sesuai mekanisme sengketa proses Pemilu. Putusan ini mencoba memberikan publik gambaran seolah majelis hakim tak paham perkara yang dihadapi.
"Namun jika Majelis Hakim tidak memiliki pemahaman sejauh dan sekompleks ini, maka wajar jika masyarakat Indonesia semakin mempertanyakan kualitas dan integritas kehakiman itu sendiri di tanah air," jelas Umam.
Rendahnya kualitas pemahaman dan integritas majelis hakim dalam putusan ini, akhirnya membuka adanya dugaan intervensi kekuasaan para elite yang sejak awal ingin menunda Pemilu 2024.
Menurut Umam, keinginan elite itu jadi terfasilitasi karena rendahnya integritas kehakiman di tanah air.
"Tidak ada asap tanpa api. Artinya, dalam konteks ini, Partai PRIMA tampaknya hanya sekadar pion kecil yang dipersiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan Pemilu yang selama ini telah diorkestrasikan narasi dan pergerakannya," terang dia.
Pengamat Politik dari Universitas Paramadina ini mengungkapkan kemungkinan adanya garis merah yang menghubungkan simpul-simpul kekuasaan itu dengan putusan PN Jakpus ini. Pasalnya, kata dia, putusan semacam ini dapat mengancam proses politik dan demokrasi.
"Model-model putusan yang serampangan dan bertentangan dengan aturan hukum lain, baik UU dan konstitusi, jelas mengancam proses politik dan demokrasi menuju puncak kontestasi Pemilu mendatang," ucap Umam.
Umam mendorong Komisi Yudisial (KY) melakukan investigasi lebih lanjut. Jika ditemukan adanya potensi dugaan pelanggaran, maka hakim PN Jakpus dapat dikenai sanksi.
"Termasuk jika ada dugaan suap, maka sanksi etik dan pidana bisa ditempuh selanjutnya," kata dia.
Mahfud Md: KPU Harus Lawan Habis-habisan
Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Menurut dia, vonis penundaan Pemilu 2024 atas gugatan Partai PRIMA yang merasa dirugikan dalam hal verifikasi kepesertaan Pemilu terasa tidak masuk akal karena dijatuhkan oleh tingkat peradilan umum.
Oleh karena itu, Mahfud meminta kepada KPU melakukan upaya hukum banding di tingkat pengadilan tinggi.
"Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," kata dia.
Mahfud menyampaikan, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan melalui vonis Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata. Dia meyakini, tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.
"Menurut Undang-Undang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," jelas Mahfud.
Mahfud merinci, hal yang bisa menjadi alasan penundaan Pemilu yakni adanya bencana di daerah yang tengah menyelenggarakan Pemilu sehingga prosesnya harus dihentikan karena pemungutan suara tidak bisa dilakukan.
"Namun penundaan itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU dengan menentukannya sampai waktu tertentu," urai Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud memastikan, vonis pengadilan negeri tidak bisa dimintakan eksekusi dan harus dilawan secara hukum.
"Rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata," Mahfud menandasi.
KPU Bakal Banding
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyatakan pihaknya akan mengajukan upaya hukum berupa banding terkait putusan peradilan perdata PN Jakarta Pusat.
Namun, sikap banding akan diambil usai pihaknya menerima salinan resmi dari PN Jakpus terkait putusan perkara tersebut terlebih dahulu. Kendati demikian, dia menyebut KPU sudah membaca substansi dari putusan yang diterbitkan PN Jakpus.
Dia menyampaikan bahwa dalam amar putusan perkata itu, PN Jakpus terkesan memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024 atau menyetop tahapan Pemilu dan mengulangnya dari awal.
Menurutnya, jika benar demikian adanya, KPU dipastikan mengambil sikap mengajukan banding.
"Bila memang demikian halnya, kami di internal KPU sudah rapat membahas substansi dari putusan Pengadilan Negeri jakpus ini dan kami menyatakan nanti kalau sudah kita terima salinan putusannya, kita akan mengajukan upaya hukum berikutnya, yaitu banding ke pengadilan tinggi," kata Hasyim.
Advertisement
Respons Megawati dan SBY
Ketum PDI Perjuangan (PDIP) yang juga Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, mengingatkan dalam berpolitik harus menjunjung tinggi konstitusi dan undang-undang. Arahan Megawati itu disampaikan setelah mendengar putusan PN Jakarta Pusat atas gugatan Partai PRIMA yang meminta KPU tidak melanjutkan tahapan pemilu.
Arahan Megawati itu disampaikan melalui Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Megawati mengingatkan sengketa pemilu harus berpedoman pada UU Pemilu.
"Ibu Megawati mengingatkan bahwa berpolitik itu harus menjunjung tinggi tata negara dan tata pemerintahan yang baik berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Sekiranya ada persoalan terkait dengan undang-undang terhadap konstitusi ya ke MK, dan terkait sengketa Pemilu harus berpedoman UU Pemilu," ujar Hasto menirukan arahan Megawati, dikutip dari keterangannya.
Megawati mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menolak judicial review terkait perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Seharusnya putusan MK itu menjadi rujukan bersama. Megawati meminta KPU untuk melanjutkan tahapan Pemilu 2024.
"Atas dasar putusan MK tersebut maka berbagai upaya penundaan Pemilu adalah inkonstitusional. PDI Perjuangan sikapnya sangat kokoh, taat konstitusi, dan mendukung KPU agar Pemilu berjalan tepat waktu. Karena itulah Ibu Megawati menegaskan agar KPU tetap melanjutkan seluruh tahapan Pemilu," ujar Hasto.
Sementara Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengaku heran dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024. Menurutnya, putusan penundaan pemilu tersebut di luar akal sehat.
"Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin (tentang Pemilu), rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran & hal yang keluar dari akal sehat," ujar SBY melalui akun Twitter pribadinya, Jumat (3/3/2023).
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu mempertanyakan apa yang sedang terjadi saat ini. Ia berharap tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di tahun politik ini.
"Apa yang sesungguhnya terjadi? What is really going on? Semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di tahun Pemilu ini," ujar SBY.
SBY mengingatkan bahwa saat ini Bangsa Indonesia tengah diuji dan banyak godaan.
"Jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti. Let’s save our constitution and our beloved country," pungkasnya.
Parpol Dorong KPU Banding
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, putusan PN Jakpus harus dilawan bersama. Gerindra mengajak semua pihak yang keberatan dengan putusan tersebut mendukung upaya banding KPU.
“Tentunya sebagai warga negara yang taat dan patuh terhadap hukum kami mendorong KPU untuk melakukan banding atas putusan tersebut dan terhadap para pihak yang keberatan dengan putusan itu juga dapat membantu memperkaya argumen KPU dalam upaya banding,” kata Dasco.
Dasco menambahkan, bila memang terjadi dugaan pelanggaran atas putusan yang dilakukan oleh hakim, maka Komisi Yudisial (KY) harus turun tangan untuk menelisik.
“Saya belum tahu apakah KY menganggap ini pelanggaran, karena terkait dengan sengketa perbuatan melawan hukum itu memang mesti dilihat dari prosesnya,” tutur Dasco.
Sementara Ketua DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra berharap putusan PN Jakarta Pusat tidak jadi inspirasi untuk pihak lain menghidupkan lagi wacana penundaan pemilu.
"Kami berharap, keputusan ini tidak meginspirasi pihak-pihak lain untuk berupaya membuat akal-akalan agar Pemilu 2024 bisa ditunda. Kita sama-sama jaga konstitusi kita, kita gunakan kosntitusi kita sebagai dasar terkait pelaksanaan pemilu," tegas Herzaky kepada wartawan, dikutip Jumat (3/3/2023).
Menurut Herzaky, putusan PN Jakarta Pusat ini tidak masuk akal karena menganggu tahapan pemilu. Dia khawatir menjadi upaya untuk melanggengkan kekuasaan.
"Janganlah kemudian berupaya mencari upaya-upaya yang sebenarnya tidak sesuai dengan konstitusi kita hanya karena punya hasrat, punya nafsu untuk melanggengkan kekuasan semata," ujarnya.
Demokrat sejak awal menolak segala bentuk upaya untuk perpanjangan masa jabatan presiden. Herzaky mengajak semua pihak seharusnya berkompetisi dengan adil.
"Kami akan berupaya terus melawan upaya-upaya seperti ini dan ayolah kita berkompetisi secara adil saja, secara objektif jangan malah berpikiran untuk menunda pemilu karena mungkin khawatir atau takut jagoannya kalah ketika bertanding nanti," kata Herzaky.
CSIS Duga Ada Kelompok Terorganisir Ingin Tunda Pemilu 2024 Lewat Jalur PN Jakpus
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menduga ada kelompok terorganisir yang sengaja ingin membuat terjadinya penundaan Pemilu 2024.
“Saya sulit untuk tidak melihat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bagian dari, dengan segala hormat, kelompok-kelompok yang menginginkan pemilu ditunda. Kelompok-kelompok ini bisa teroragnisir secara rapih atau pun tidak, tapi tujuannya sama pemilu ditunda,” tutur Peneliti CSIS Noory Okhtariza dalam konferensi pers, Jumat (3/3/2023).
Menurut Noory, kelompok yang menginginkan penundaan Pemilu 2024 kali ini masuk lewat pintu pengadilan. Dia pun mengulas banyaknya mobilisasi pihak tertentu dalam memainkan isu, yang tujuannya agar terjadi penundaan Pemilu 2024.
Melihat pihak penggugat misalnya, Partai Prima dinilai tidaklah dikenal luas, seperti tidak diketahui adanya massa pendukung, penyelenggaraan rapat nasional, bahkan keberadaan baligonya. Namun begitu, parpol yang didirikan pada 2021 itu bisa menimbulkan kegaduhan di tingkat nasional.
“Enggak hanya itu, ada presiden 3 periode, amandemen konstitusi, mengembalikan GBHN, mobilisasi menambah masa jabatan kepala desa, penghapusan jabatan gubernur supaya gubernur seluruh provinsi ditunjuk DPRD, dan hari ini keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda Pemilu 2024,” jelas dia.
Semakin mendekati tahun politik, lanjut Noory, isu penundaan pemilu pun malah dijadikan sebagai komoditas untuk political bargain, yakni menimbulkan dinamika tertentu dan akhirnya dijadikan komoditas.
“Jadi saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang terorganisir,” Noory menandaskan.
Advertisement
Penjelasan Partai PRIMA
Ketua Umum Partai PRIMA Agus Jabo Priyono mengklaim tidak pernah meminta adanya penundaan Pemilu 2024.
"Kalau kemudian proses pemilu yang penuh kecurangan seperti ini dilanjutkan itu akan membahayakan kehidupan berbangsa bernegara pasca pemilu dilaksanakan," tegas Agus saat konferensi pers di Kantor DPP PRIMA, Cempaka Putih, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Agus mengatakan, PRIMA tidak menuntut adanya penundaan pemilu. Tetapi untuk memulihkan hak sebagai partai politik mengikuti pemilu, maka tahapannya perlu diulang dari awal.
Menurut hitungan PRIMA, proses pemilu itu harus diulang lagi dalam jangka waktu dua tahun empat bulan.
"Maka yang kita tuntut bukan persoalan penundaan pemilu, tapi prosesnya itu dimulai dari awal. Proses dihentikan dan dimulai dari awal lagi. Dan kami sudah menghitung kira-kira proses pemilu yang harus dimulai lagi dari awal itu kira-kira dua tahun empat bulan," tegas Agus.
Prima menegaskan, gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan sengketa pemilu. Melainkan gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU.
Sehingga jalan yang ditempuh oleh Prima adalah dengan menggugat KPU ke PN Jakarta Pusat. Agar proses pemilu diulang kembali.
"Itu menurut kami sebagai jalan satu-satunya yang harus dihentikan dan dimulai dari awal lagi. Karena tujuan kita, bagaimana kita bisa ikut. Proses ini harus dimulai dari awal lagi supaya hak politik kami sebagai warga negara yang dilindungi oleh konvensi internasional gitu loh. Kita hanya meminta supaya kita ikut menjadi peserta pemilu," tegas Agus.
Meski, PRIMA juga tidak tertutup atas opsi lain di luar tahapan pemilu diulang kembali. Yang penting, kata dia, dia mendesak agar menjadi peserta pemilu.
"Jalan satu-satunya proses harus diulang lagi kecuali kemudian nanti ada jalan keluar bagaimana baiknya supaya pemilu ini berjalan dengan baik, kita juga bisa menjadi peserta pemilu, itu juga sedang kita kaji bagaimana format konsepsinya," kata Agus.
"Dan nanti kita juga akan nunggu pihak-pihak lain di dalam merespons keputusan PN tersebut, dari MK dari MA, kita juga masih menunggu posisi mereka dan respons mereka terhadap PN itu sebagai landasan kita untuk melakukan langkah-langkah politik menindaklanjuti kembali Pengadilan Negeri Jakpus itu," pungkas Agus.
KY Akan Panggil Hakim yang Putuskan Pemilu 2024 Ditunda
Komisi Yudisial (KY) akan mendalami putusan PN Jakpus. Juru Bicara KY, Miko Ginting mengatakan, pihaknya akan melihat apakah ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim PN Jakarta Pusat.
“Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi. Apabila ada dugaan kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim,” jelas Miko di Jakarta, Jumat, (3/3/2023).
Bila terbukti ada dugaan pelanggaran, Miko menegaskan, KY akan melakukan pemeriksaan kepada hakim tersebut.
“KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan,” tegas dia.
Menurut Miko, putusan hakim yang memutuskan penundaan pemilu menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Seharusnya, kata dia, putusan hakim tidak bekerja di ruang hampa karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis.
“Mencermati substansi putusan PN Jakarta Pusat dan reaksi yang muncul dari putusan tersebut. Putusan tersebut pada prinsipnya menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat,” kata Miko.
Miko menjelaskan, ada aspek yuridis soal kepatuhan terhadap UUD 1945 dan Undang-Undang sangat penting menjadi sebuah pertimbangan bagi putusan. Termasuk, nilai-nilai demokrasi yang ada di masyarakat.
“Kesemua itu menjadi bagian dari yang mesti digali oleh hakim dalam membuat putusan,” tutur Miko.
Putusan Bisa Diubah Lewat Jalur Hukum
Miko menyampaikan, vonis hakim adalah sebuah keputusan sah di mata hukum. Namun bukan berarti putusan itu tidak bisa dianulir. Kecuali melakukan upaya hukum lanjutan di tatanan pengadilan yang lebih tinggi bukan melalui KY.
“Perlu digarisbawahi, terkait dengan substansi putusan, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan ini adalah melalui upaya hukum. Domain KY berfokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim,” urai Miko.
“KY juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan ini serta aspek perilaku hakim yang terkait,” Miko menutup.
Advertisement