Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan megupayakan hukum banding dan sudah mempersiapkan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) dan berujung perintah penundaan Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam Focus Group Discussion, di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Baca Juga
Diketahui, dalam amar putusannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat telah memutuskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan pemilu 2024 dan kembali melaksanakan tahapan pemilu awal. Sebagaimana gugatan yang telah dikabulkan seluruhnya dari Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA).
Advertisement
"Yang penting kami sampaikan KPU sudah menyatakan sikap bahwa kami akan mengupayakan hukum banding dan memori banding juga sudah disiapkan," kata Hasyim.
Atas kesiapan memori banding terkait putusan PN Jakarta Pusat, dia pun mengungkapkan KPU akan mendaftarkan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pada Jumat (10/3/2023).
"Pandangan di sini akan memperkaya apa yang sudah kami siapkan dalam rancangan memori banding itu, yang insyaallah akan pekan ini. Kalau pekan ini, tinggal Kamis dan Jumat, insyaallah Jumat besok 10 Maret 2023 akan kita daftarkan memori banding tersebut," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, PN Jakpus dalam putusannya memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025. Putusan ini mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU.
"Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya," bunyi diktum pertama amar putusan tersebut.
Putusan PN Jakpus itu memerintahkan KPU menghentikan tahapan pemilu terhitung sejak putusan dibacakan pada hari ini, Kamis (2/3/2023), selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan PN Jakarta Pusat terkait gugatan Partai Prima tidak berlaku umum. Sebabnya gugatan tersebut merupakan gugatan perdata. Sehingga bila PN Jakarta Pusat memutuskan untuk menunda pemilu maka keliru.
"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara," ujar Yusril dalam keterangannya, Kamis (2/3/2023).
Dalam gugatan perdata, sengketanya adalah antara penggugat dalam hal ini Partai Prima dengan tergugat yaitu KPU. Putusan seharusnya hanya mengikat tergantung penggugat dan tergugat saja. Berbeda dengan pengujian undang-undang dalam putusan bidang hukum tata negara atau administrasi negara.
"Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau 'erga omnes'. Beda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh MK atau peraturan lainnya oleh MA. Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes)," ujar Yusril.
Sehingga putusan PN Jakarta Pusat seharusnya tidak mengikat partai lain atau para peserta pemilu.
Menurut Ketua Umum PBB ini, gugatan Partai Prima seharusnya hanya menghukum KPU untuk melakukan verifikasi ulang tanpa mengganggu tahapan pemilu.
"Jadi kalau majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus 'mengganggu' partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu," jelas Yusril.
Menurut Yusril gugatan Partai Prima seharusnya dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga PN Jakarta Pusat seharusnya menolak gugatan tersebut karena bukan kewenangannya mengadili.
"Inipun sebenarnya bukan materi gugatan PMH tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan TUN. Pada hemat saya majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak bewenang mengadili perkara tersebut," jelas Yusril.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka