Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay menyoroti pemilihan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, PSU menjadi permasalahan pilkada yang mempengaruhi kualitas penyelenggaranya, baik KPU maupun Bawaslu.
“Mereka tidak profesional dan patut diduga terkait juga dengan integritas mereka. Banyak perkara pilkada ini terkait dengan persyaratan calon. Hal yang seharusnya bisa di-detect dan dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon/paslon dalam proses pendaftaran dan penetapan calon,” kata Hadar dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/3/2025).
Advertisement
Baca Juga
Hadar menyatakan, seharusnya KPU dan Bawaslu saling bersinergi. Jika KPU tidak mampu melakukannya, seharusnya Bawaslu sebagai pengawas bisa mengisi kelemahan KPU.
Advertisement
“Fungsi pengawasan dan supervisi dlm struktur hirarkhis internal KPU juga kelihatan tidak berjalan,” tutur Hadar.
Cawe-Cawe Pejabat
Hadar mengamini, PSU tidak semata disebabkan penyelenggara. Berdasarkan catatannya, ada juga gangguan pejabat dan aparat yang menyalahgunakan kewenangan, fasilitas, dan pengaruhnya untuk memenangkan calon paslon tertentu.
“Kasus Pilkada Kabupaten Serang adalah pilkada dengan pemasalahan ini, di mana Menteri Desa disebut MK cawe-cawe dengan mengumpulkan dan mempengaruhi para camat dan kepala desa untuk pemenangan istrinya,” jelas Hadar.
Hasilnya, MK pun memutuskan Pilbup Serang dilakukan PSU karena temuan yant bersifat terstruktur sistematis masif (TSM).
“MK patut diapresiasi demgan tegas menggunakan wewenangnya memutus untuk mengkoreksi pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan yang menyimpang jauh dari prinsip penyelenggaraan pemilihan yang demokratis,” ungkap Hadar.
Ongkos PSU di Tengah Kebijakan Efisiensi
Hadar tak menampik, ada biaya yang tidak sedikit saat penyelenggaraan PSU yang jumlahnya tersebar di 24 daerah. Namun hal itu menjadi konsekuensi demi mempertahankan kualitas demokrasi.
“Bahwa harus dibutuhkan biaya tambahan untuk melakukan PSU, harus kita terima sebagai konsekuensi jika kita ingin memastikan sistem demokrasi kita berjalan dengan berkualitas, kita perlu meminta pertanggungjawaban penyelenggara,” ujar eks komisioner KPU ini.
Oleh karena itu, Hadar meminta kepada penyelenggara dan pengawas pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu untuk melakukan evaluasi terhadap para penyelenggara di daerah.
“Perlu tegas dan tidak ragu untuk merekomendasikan pemberhentian para komisioner yang kuat diduga sebagai pihak yang telah secara sengaja mengambil tindakan yang mengakibatkan pilkada daerah terkait harus diulang. Juga KPU Bawaslu harus secara ketat mengawasi pelaksanaan PSU,” kata dia menandasi.
Advertisement
