Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Garut telah divonis bersalah dan terseret tindak pidana Pemilihan Legislatif 2024 (Pileg 2024) pada persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan hasil pengawasan internal alias Wasnal.
Namun hingga kini, putusan tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti KPU Pusat. Kasus itu bermula dari pelaporan LBH BRIGADE @ NKRI terkait dugaan penggelembungan suara yang menguntungkan Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Nasdem, Lola Nerlia Oktavia.
Advertisement
Baca Juga
Dalam penggelembungan suara ini, diduga turut ada gratifikasi yang totalnya mencapai Rp8,5 miliar. Dana tersebut tak lain untuk meminta Panitia Pemilih Kecamatan (PPK) mengubah suara yang diperoleh Lola, melalui akun Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Advertisement
Penggelembungan suara melibatkan 24 PPK yang tersebar di 24 kecamatan yang berada di Garut. Yaitu antara lain di Cisewu, Cilawu, Pameungpeuk, dan Pakenjeng dan yg lainya.
Lebih jauh, kasus itupun telah disidang DKPP dan menjalani pengawasan internal (Wasnal) KPU RI yang menyatakan Ketua KPU Garut terbukti melakukan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode perilaku dan tindak pidana pemilu 2024 di Kabupaten Garut.
Namun, sejak keputusan pada Desember lalu, hingga kini KPU Pusat atau KPU RI belum menindaklanjuti. Karena itu, Ketua LBH-BN Ivan Rivanora kembali mempertanyakan kelanjutan putusan ke KPU Pusat.
"KPU RI sampai saat ini belum memutuskan dan mengumumkan hasil Wasnal yang telah di dilaksanakan di KPU Jawa Barat," ujar Ivan, melalui keterangan tertulis, Kamis (6/3/2025).
Â
Sudah Datangi KPU Pusat
Ivan mengungkapkan setelah mendatangi KPU Pusat pada Rabu lalu, proses tersebut masih mandek di bagian SDM dan Biro Hukum.
"Hal ini menjadi misteri untuk masyarakat Garut. Apa jangan jangan ada main mata atau ada pemufakatan jahat yang hendak di lakukan oleh KPU RI terhadap keputusan tersebut sehingga keputusan tersebut sampai saat ini belum di umumkan ke publik," papar dia.
Ivan berharap agar KPU patuh terhadap asas penyelenggaraan Pemilu yang profesional, transparan, dan memiliki akuntabilitas.
"Prinsip LUBER dan JURDIL saat ini sudah menjadi kiasaan potret demokrasi di Indonesia, penyelenggaraan pemilu 2024 yang tidak profesional, transparan dan akuntable hanya menjadi menara gading dalam iklan iklan yang di promosikan oleh KPU RI," tutup Ivan.
Advertisement
