Jokowi Teken Inpres Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat, Pulihkan Hak Korban

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.

oleh Jonathan Pandapotan PurbaLizsa Egeham diperbarui 16 Mar 2023, 15:07 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2023, 15:07 WIB
Soal Reshuffle Kabinet Ini Kata Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat.

Dalam Inpres ini, Jokowi menginstruksikan sejumlah menteri, Jaksa Agung, Kapolri, hingga Panglima TNI untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan secaraterkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melaksanakan rekomendasi Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM).

Mulai dari, memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat secara adil dan bijaksana. Kemudian, mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi.

Melalui Inpres ini, Jokowi juga memberikan instruksi khusus kepada jajaran menterinya. Dia meminta Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengoordinasikan penyusunan prioritas pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM.

"Dan melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian atas pelaksanaan Instruksi Presiden ini, termasuk melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan rehabilitasi psiko sosial dan psikologis serta layanan perlindungan korban," demikian bunyi Inpers Jokowi sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinannya, Kamis (16/3/2023).

Kepada Menteri Luar Negeri, Jokowi memerintahkan untuk melakukan verifikasi data dan memberikan prioritas layanan untuk memperoleh dokumen terkait hak kewarganegaraan terhadap korban atau ahli warisnya dan korban terdampak dari peristiwa pelanggaran HAM berat yang ada di luar negeri.

Lalu, meningkatkan diplomasi dengan dunia internasional terkait langkah pemerintah dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasimanusia yang berat.

Jokowi menginstruksikan Jaksa Agung untuk melakukan koordinasi dengan Komnas HAM dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM yang berat. Jaksa Agung juga diminta melakukan pendampingan saat dilakukan verifikasi data korban.

Instruksi untuk Panglima TNI yakni, memberikan dukungan pendampingan SDM, memberikan dukungan dalam penyiapan dan pemanfaatan sarana prasarana terutama di wilayah sulit akses sesuai kondisi dan kebutuhan. Selain itu, melakukan optimalisasi pendidikan dan pelatihan hak HAM pada prajurit TNI.

Selanjutnya, Jokowi memerintahkan Kapolri mengambil langkah-langkah komprehensif yang bertujuan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, melakukan optimalisasi pendidikan dan pelatihan HAM pada anggota Polri.

"Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan laporan pelaksanaan rekomendasi sesuai dengan Instruksi Presiden ini paling sedikit 6 bulan sekali dalam setahun kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan," bunyi diktum keempat.

Adapun Inpers ini diteken Jokowi pada 15 Maret 2023. Pembiayaan untuk pelaksanaan rekomendasi PPHAM dibebankan pada masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sesuai tugas dan fungsi.

Pelanggaran HAM Berat

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui, telah terjadi pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hal itu diamini kepala negara usai membaca laporan dari tim penyelesaian Yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” kata presiden saat jumpa pers di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Jokowi mengaku menyesal, insiden pelanggaran HAM berat terjadi di Tanah Air. Sebagai langkah konkrit dan tindaklanjut dari pengakuan dan penyesalannya, Jokowi meminta hak korban dan nama baik mereka bisa dipulihkan.

“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban, oleh karena itu yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menigasikan penyelesaian Yudisial,” jelas presiden.

Jokowi berharap, pelanggaran HAM berat tidak lagi terulang di masa depan. Oleh karena itu, dia berjanji akan terus mengawal pemulihan hak para korban dan keluarganya sebagai bentuk kesungguhan.

“Pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang dan saya minta kepada Menteri Koordinator politik hukum dan keamanan menkopolhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar kedua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” Jokowi menandasi.

Pelanggaran HAM Berat yang Diakui dan Disesali Pemerintah Indonesia

  • Peristiwa 1965-1966;
  • Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
  • Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
  • Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989;
  • Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998;
  • Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;
  • Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999;
  • Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
  • Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;
  • Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002;
  • Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan
  • Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003
Infografis Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya