Liputan6.com, Jakarta - Dua roket milik NASA meluncur menuju aurora di langit Alaska pada 25 Maret 2025 lalu. Wahana antariksa ini memiliki misi untuk mempelajari dampak fenomena geomagnetik terhadap atmosfer atas bumi, yang dapat berpengaruh terhadap teknologi komunikasi, navigasi, hingga sistem satelit.
Misi NASA ini merupakan langkah penting dalam memahami dinamika cuaca antariksa dan dampaknya terhadap kehidupan modern di Bumi. Menariknya, peluncuran ini juga menciptakan pertunjukan cahaya yang menakjubkan di langit utara Alaska.
Melansir laman Space pada Rabu (09/04/2025), eksperimen ini merupakan bagian dari misi Auroral Waves Excited by Substorm Onset Magnetic Events atau disingkat AWESOME, yang dipimpin oleh tim peneliti dari University of Alaska Fairbanks (UAF). Proyek ini berfokus pada pengamatan aurora borealis dan bagaimana aktivitas substorm, ledakan singkat energi geomagnetik, mempengaruhi atmosfer atas.
Advertisement
Baca Juga
Dua dari tiga roket yang direncanakan berhasil diluncurkan dari Poker Flat Research Range, yang terletak sekitar 50 kilometer di utara Fairbanks. Saat melintasi aurora, roket-roket tersebut melepaskan semburan gas berwarna, dikenal sebagai vapor tracers, yang memunculkan kilatan cahaya warna-warni di langit dan dapat terlihat dari berbagai wilayah di Alaska bagian utara.
Gas ini terdiri dari bahan kimia seperti trimetil aluminium dan barium, yang menyala terang ketika bereaksi dengan atmosfer, memungkinkan peneliti memetakan pola angin dan arus di atmosfer atas. Pergerakan gas ini direkam menggunakan kamera dan instrumen optik dari darat dan akan digunakan untuk mengukur kecepatan serta arah angin di mesosfer dan termosfer.
Selain itu, roket-roket ini dilengkapi dengan instrumen untuk mendeteksi aliran partikel bermuatan, medan listrik dan magnetik, serta perubahan tekanan dan suhu di ionosfer. Roket pertama yang diluncurkan adalah Terrier-Improved Malemute setinggi 42 kaki (sekitar 12,8 meter), disusul oleh roket Black Brant XII setinggi 70 kaki (21,3 meter) dengan empat tahap peluncuran.
Keduanya dirancang untuk menjelajahi bagian berbeda dari atmosfer dan melepaskan vapor tracers di berbagai ketinggian selama berlangsungnya auroral substorm, yakni peningkatan intensitas aurora secara tiba-tiba dan singkat akibat masuknya energi dari angin matahari ke medan magnet bumi.
Roket Malemute juga mencatat gangguan magnetik yang ditimbulkan aurora. Instrumen kecil yang dilepaskan selama eksperimen ini, yang disebut instrumented subpayloads, akan membantu mengukur bagaimana energi dan momentum yang disalurkan ke termosfer tengah dan bawah melalui substorm aurora dapat mempengaruhi kestabilan atmosfer.
Data ini sangat penting untuk membangun model interaksi medan magnet dengan atmosfer dan meningkatkan ketahanan infrastruktur teknologi terhadap badai geomagnetik. Pemahaman terhadap interaksi antara atmosfer atas bumi dan aurora yang terbentuk dari partikel bermuatan dari matahari yang berinteraksi dengan medan magnet dan atmosfer bumi, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam memprediksi cuaca antariksa.
Cuaca antariksa yang ekstrem dapat menyebabkan gangguan pada sistem komunikasi radio, jaringan listrik, hingga navigasi satelit, sehingga data dari misi ini sangat bernilai strategis. Selama peluncuran, mahasiswa dan staf peneliti dari UAF ditempatkan di sejumlah titik pengamatan, seperti Utqiagvik, Kaktovik, Toolik Lake, Eagle, Venetie, dan Poker Flat, guna merekam eksperimen dari berbagai sudut pandang dan membantu mengkalibrasi data dari udara dengan observasi dari permukaan.
Sementara itu, peluncuran roket ketiga sebagai roket dua tahap Terrier-Improved Malemute harus mengalami penundaan karena adanya masalah teknis pada salah satu motor pendorong yang harus diperiksa lebih lanjut. Tim NASA menyatakan bahwa terdapat gangguan kecil pada kabel penghubung salah satu tahap motor.
Peluncuran ditunda demi memastikan keselamatan dan keakuratan eksperimen. Roket ketiga ini direncanakan membawa pelacak tambahan (vapor tracer payloads) yang perlu dilepaskan saat waktu fajar, ketika cahaya matahari cukup untuk mengaktifkan reaksi gas, namun langit masih cukup gelap untuk memungkinkan kamera mendeteksi gerakan dengan presisi tinggi.
Pengamatan ini akan memberikan informasi tambahan terkait dinamika pergerakan udara dan pengaruh substorm terhadap sirkulasi atmosferik di ketinggian ekstrem. Dengan misi AWESOME ini, para ilmuwan berharap bisa mengungkap lebih dalam lagi rahasia aurora dan atmosfer atas, serta dampaknya terhadap bumi modern yang bergantung pada teknologi.
(Tifani)