Liputan6.com, Jakarta - USAID melalui Wahana Visi Indonesia mengadakan pelatihan perencanaan penganggaran otonomi khusus (Otsus) Papua.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi dan akademisi turut digandeng. Kali ini, mereka mensosialisasikan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pengajar Pelatihan USAID Kolaborasi, Jhon Boekorsjom mengatakan, perencanaan anggaran otsus dinilai perlu disosialisasikan. Sebab, ada perbedaan antara aturan pada otonomi khusus tahap pertama dengan aturan otonomi khusus tahap kedua.
Advertisement
Di mana, di samping undang-undang yang berubah, juga lahir Peraturan Presiden No 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Pembangunan Papua 2021–2041.
Kemudian, diturunkan melalui PP No 106 Tahun 2022 tentang Kewenangan dan kelembagaan dan PP No 107 Tahun 2022 tentang Pengelolaan, Penerimaan, Pengawasan Dana Otsus, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua.
"Tata kelolah pemerintahan ini kita mulai bahwa penguatan itu harus pada rencana di mana perencana akan lahirkan perencanaan yang baik sehingga kita punya asumsi bahwa akan terjadi perubahan yang kita harapkan itu periode kedua dana otsus," kata Jhon yang juga pejabat Fungsional Perencana Madya, Bappeda Provinsi Papua, Rabu (30/8/2023).
Jhon menerangkan, Otsus bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Orang Asli Papua. Diketahui, indeks pembangunan di Papua tergolong rendah dari segi pendidikan, kemiskinan.
Karena itu, pemerintah merasa perlu melanjutkan Otonomi khusus di Papua. Harapannya dalam jangka waktu 20 tahun ke depan terjadi perubahan khusus untuk kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP)
3 Misi yang Bakal Dicapai
Dalam hal ini, program yang diusulkan mengacu pada Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) diselaraskan dengan disinkronkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
Ada tiga misi yang ingin dicapai dalam jangka waktu 20 tahun ke depan. John menyebut, Papua sehat, Papua cerdas dan Papua produktif.
"Itu sudah diturunkan di dalam kebijakan kebijakan apa yang harus ditampung untuk pencapaian 20 tahun ke depan," ujar dia.
"Maka di dalam RIPPP kerangkanya adalah 2022-2024 adalah masa persiapan untuk masa transisi karena RIPPP baru turun di 2023 itu kendalanya," ujar dia.
Kendati, John mengingatkan perlunya harmonisasi dan sinergi dengan kementerian dan lembaga untuk sama-sama taat kepadaRencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua yang berlangsung dalam jangka waktu 20 tahun
"Karena uang otsus itu sendiri tidak mampu untuk menyelesaikan semua persoalaan. Maka sinergitas," ujar dia.
Lebih lanjut, John menyambut baik pelatihan yang diselenggarakan oleh USAID Kolaborasi. Diharapkan peserta yang hadir mampu membuat perecanaan yang baik
"Maka dia equivalen kepada pembangunan yang kita hasilkan baik," ujar dia.
Advertisement
Jamin Akuntabilitas dan Transparansi
Sementara itu, Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih Adolf Z.F. Siahay menambahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dinilai bisa menjamin akuntabilitas dan transparansi. Sehingga, tidak adalagi suara-suara "sumbang" tentang dana otsus.
"Mari kita berikan ruang seluas-luasnya kemanfaatan otsus untuk orang asli papua.Kalau bisa bangun fasilitas yang berhubungan langsung dengan orang asli Papua. Jadi manfaatnya bisa terasa," ujar dia.
Adolf juga mengharapkan adanya pembinaan dan peningkatan kapsitas orang asli papua. Bagaimana mereka bisa kreatif, inovatif untuk mengelolah sumber daya alam, memproleh pemanfaatan peningkatan pendapatan dan bisa keluar dari kemiskinan.
"Kalau bisa harus ada data OAP, jangan pakai data BPS tetapi harus ada spesifikasi untuk bisa nampung informasi oh ada orang asli Papua di sini," ujar dia.
Salah satu peserta pelatihan, Ketua Satuan Pengawas Internal Dinas Kesehatan Mamberamo Raya James Kristian Imbiri menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Terbitnya UU tersebut memberikan ruang kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam kelolah anggaran otsus sebesar-besarnya untuk kebutuhan orang asli papua.
"Kami terimakasih pembagian dana otsus," ujar dia.