Soal Putusan MK, Sahroni: Selamat Mas Gibran, Semoga Jadi Cawapres

Sahroni menilai kehadiran Gibran Rakabuming Raka akan membuat Pilpres 2024 menjadi lebih segar karena mewakili anak muda.

oleh Nila Chrisna YulikaDelvira Hutabarat Diperbarui 17 Okt 2023, 09:18 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2023, 09:18 WIB
Gibran Rakabuming
Gibran mengenakan seragam PDIP merah berlengan panjang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni memberikan selamat kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kini punya kesempatan menjadi calon wakil presiden. Hal ini dikatakan Sahroni usai Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan anak muda maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden (cawapres) meski belum berusia 40 tahun, dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Selamat Mas @Gibran_Rakabuming. Semoga jadi cawapres yah, sukses terus dan terus hebat karir politiknya yah," tulis Sahroni dalam akun resmi instagramnnya, dilihat Selasa (17/10/2023).

Sahroni menilai kehadiran Gibran akan membuat Pilpres 2024 menjadi lebih segar karena mewakili anak muda.

"Darah segar jadi cawapres ke depan mantab mewakili anak-anak muda. Saya dukung penuh Gibran maju sebagai cawapres," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali menyambut baik keputusan MK.

“Saya mengucapkan selamat ya. Selamat kepada anak-anak muda Indonesia yang hari ini diberikan bonus oleh MK untuk terlibat dalam pengelolaan pemerintahan,” ujar Ahmad Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/10/2023).

MK dalam sidang gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023, telah mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres.

Dalam gugatannya, Almas ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dan gugatan tersebut dikabulkan oleh MK.

Kemenangan Bagi Anak Muda?

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (Nanda Perdana Putra/Liputan6.com).... Selengkapnya

Ahmad Ali berharap putusan MK ini menjadi episentrum untuk menggairahkan semangat generasi muda dan anak-anak muda untuk lebih peduli terhadap politik di Indonesia. Tak hanya itu, keputusan ini juga akan membuat anak-anak muda lebih terlibat aktif dalam dunia politik praktis. “Jadi, putusan ini merupakan kemenangan anak muda,” kata Ali.

Ahmad Ali mengatakan, anak muda memang perlu diberikan kesempatan, karena jumlah generasi dan milenial sudah melebihi 50 persen dari jumlah penduduk Indonesia. “Nah, dengan putusan ini diharapkan anak muda lebih punya peluang atau mau untuk berkontribusi dalam membangun demokrasi dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Senin (16/10/2023) mengabulkan mengabulkan permohonan pemohon untuk Sebagian.

Hakim MK juga menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.

Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah'.

Wakil Ketua MPR: Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman Bertentangan dengan Sikap 6 Hakim

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Diketahui, putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman itu akhirnya membuka peluang Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi bakal cawapres di Pilpres 2024

“Perkara kontroversial yang lebih nampak aspek politiknya ketimbang aspek hukum konstitusi,” kata Basarah dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).

Basarah menilai, apabila dicermati secara detail putusan tersebut, maka terdapat persoalan mendasar dalam putusan MK tersebut.

Menurutnya, terhadap amar putusan tersebut, ada 4 Hakim Konstitusi yang menyatakan Dissenting Opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan “menolak permohonan tersebut”, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Selain itu, terdapat 2 Hakim Konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.

“Namun, apabila dicermati lagi pendapat 2 hakim konstitusi tersebut, maka sejatinya kedua hakim konstitusi tersebut menyampaikan Dissenting Opinion, sebab kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan,” kata Basarah.

Politikus PDIP itu mengulang pernyataan hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, bahwa amar putusan seharusnya: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang”.

Kemudian, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, amar putusannya seharusnya: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi”.

“Artinya, sejatinya hanya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini (berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah),” kata Basarah.

“Sisanya 6 hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, sebenarnya putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon,” sambung Basarah.

Putusan Dinilai Problematik

Basarah menyatakan, kalaupun mau dipaksakan bahwa 5 orang hakim mengabulkan permohonan, maka titik temu di antara 5 orang hakim adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah Gubernur.

“Dengan demikian putusan MK tidak dapat dimaknai bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah adalah sebagai bupati/walikota,” kata Basarah.

Oleh katena itu, Basarah menilai Putusan yang problematik seperti ini selayaknya untuk tidak serta merta diberlakukan karena mengandung persoalan yaitu kekeliruan dalam mengambil putusan yang berakibat pada keabsahan putusan.

“Putusan semacam ini jika langsung ditindaklanjuti oleh KPU akan melahirkan persoalan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari terkait legitimasi dan kepastian hukum putusan. Untuk itu sudah seharusnya KPU mengedepankan asas kehati-hatian, kecermatan dan kepastian dalam mempelajari keputusan ini,” pungkasnya. 

Infografis MK Kabulkan Gugatan Syarat Kepala Daerah Kurang 40 Tahun Bisa Maju Pilpres. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis MK Kabulkan Gugatan Syarat Kepala Daerah Kurang 40 Tahun Bisa Maju Pilpres. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya