Liputan6.com, Jakarta Sejumlah civitas dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mengkritisi situasi jelang Pemilu 2024, dinilai untuk menyuarakan suatu yang dianggap salah.
Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto memandang, ada yang melihat untuk menyuarakan demokrasi di Indonesia yang kian terancam.
Baca Juga
"Demokrasi di Indonesia dalam keadaan yang terancam, terlebih dipadukan dengan kekuasaan dan kebijakan yang populis," kata dia di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Advertisement
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesian Political Oponion (IPO), Dedi Kurnia, mengatakan kritik dan keresahan beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta berpotensi mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Mereka membuat pernyatan sikap yakni turut prihatin karena munculnya sikap tidak demokratis dan penyalahgunaan kekuasaan di pemerintahan saat ini," jelas Dedi seperti dikutip dari siaran pers diterima, Senin (5/2/2024).
Dia menilai, suara akademisi dari perguruan tinggi mempunyai imbas kepercayaan publik. Jokowi bisa saja akan kehilangan kepercayaan publik itu jika gerakan deklarasi perguruan tinggi ini terus bergulir.
"Jadi bukan tidak mungkin akan lahirkan gerakan mahasiswa," ungkap Dedi.
Gelombang protes diyakini Dedi muncul karena pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu bahwa kepala negara atau penjabat negara boleh memihak di Pemilu 2024.
Meski diharuskan mengambil cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara, namun kenyataannya terdapat pembantu presiden tanpa cuti secara terang-terangan memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di masa kampanye ini.
"Jokowi seharusnya mengevaluasi dengan melarang secara tegas anggota kabinet untuk turun berkampanye, termasuk dirinya," saran Dedi.
Bahlil Sebut Ada Skenario Dibalik Kritikan Civitas
Ketua Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo-Gibran, Bahlil Lahadalia meyakini ada yang mendalangi gerakan dan petisi para civitas akademika kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahlil sudah memahami skenario dari gerakan tersebut.
"Ini skenario ini sudah paham sebagai mantan aktivis. Alah, ya sudahlah mana ada politik tidak ada yang ngatur-ngatur. Kita tahu lah, ini penciuman saya sebagai mantan ketua BEM, ngerti betul barang ini. Terkecuali aku ini mahasiswa dulu kutu buku. Kita ini besar di jalan, gimana kita enggak paham gini-ginian," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/2/2024).
"Saya dulu ini mantan aktivis 98, yang turun demo kan kita-kita ini dulu. Gerakan ini menurut saya ini gerakan yang ya gitu deh, ya kayak apa ya," ujarnya.
Bahlil menilai, gerakan yang seharusnya dimulai dari mahasiswa itu tidak berhasil. Sehingga, kini menyasar guru besar dan akademisi.
"Itu tidak berhasil, lalu kemudian melakukan agitasi di tingkat oknum-oknum guru besar, mohon maaf kita harus hargai mereka juga, dengan harapan agar gerakan agitasi ini jalan. Tapi saya yakin lah rakyat dan mahasiswa itu bukan orang yang bisa diatur-atur begitu," tuturnya.
Dirinya meminta agar setiap kritikan disertai dengan fakta dan bukti. Bahlil juga mengingatkan marwah perguruan tinggi tetap harus dijaga.
"Coba lihat di beberapa foto. Katanya civitas akademika independen, kok ada yang mengangkat jari dengan nomor tertentu? Kok ada salah satu ketua partai di situ? Yang benar aja, bos," ujarnya.
Advertisement
Anies: Kampus Peduli dengan Kondisi Bangsa
Calon presiden (capres) nomor urut 01 Anies Baswedan menilai sikap dari para intelektual universitas yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah bentuk kepedulian terhadap bangsa yang akhirnya tidak tinggal diam menyaksikan kondisi demokrasi saat ini.
"Kami senang bahwa kampus menyuarakan dan itu menunjukkan bahwa kampus peduli. Kampus tidak diam menyaksikan kondisi bangsa," kata Anies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (2/2/2024).
Anies pun menilai sikap kritik dari civitas akademik sejalan dari apa yang selama ini disuarakan, terkait dugaan pemilu yang telah melenceng dari unsur demokratis.
"Kami sudah menyampaikan pesan ini sejak lama, menjaga netralitas, menjaga keadilan, wasit supaya menjadi wasit yang fair. Wasit yang tidak merangkap pemain, wasit yang tidak merangkap promotor," ucap Anies.