Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan Usai Tersandung Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) memutuskan menonaktifkan ETH dari jabatannya sebagai rektor Universitas Pancasila, menyusul terbongkar kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua orang bawahannya.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 27 Feb 2024, 11:43 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2024, 11:43 WIB
Ilustrasi pelecehan / kekerasan seksual
Ilustrasi pelecehan / kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) memutuskan menonaktifkan ETH dari jabatannya sebagai rektor Universitas Pancasila, menyusul terbongkar kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua orang bawahannya.

Hal itu dibenarkan oleh Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Yoga Satrio. Dia mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) untuk menonaktifkan ETH sebagai rektor.

"Menonaktifkan (ETH) sampai berakhirnya masa bakti rektor pada tanggal 14 Maret 2024," kata Yoga dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).

Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa delapan orang saksi. Pemeriksaan dilakukan untuk mengusut laporan dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan RZ ke ke Polda Metro Jaya.

"Di LP saudari RZ sudah dilakukan pemeriksaan 8 saksi termasuk korban RZ," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepda wartawan, Senin (26/2/2024).

Namun Ade belum membeberkan tindak lanjut terkait laporan dengan korban inisial DF. Korban sebelumnya membuat laporan ke Bareskrim Polri, namun dalam perjalanannya kasus itu ke Polda Metro Jaya. "Satu nanti kita update lagi," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya.

 

Bantah

Rektor Universitas Pancasila ETH akhirnya buka suara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap dua karyawannya hingga dilaporkan ke polisi.

Melalui pengacaranya, Raden Nanda Setiawan, Rektor Universitas Pancasila ETH menepis adanya dugaan kejadian pelecehan seksual tersebut.

"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu, 25 Februari 2024.

 

Dianggap Fiktif

Raden menjelaskan, setiap orang bisa mengajukan laporan ke kepolisian. Namun, kata dia, yang perlu digarisbawahi ancaman hukuman bagi siapa saja yang membuat laporan mengada-ada.

"Kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," kata Raden.

Raden menyebut, laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan dua orang korban terhadap kliennya terlalu janggal. Pasalnya, laporan tersebut dibuat tengah proses pemilihan rektor baru.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya