Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA mengatakan pada tahun 2045, Indonesia diprediksi menjadi negara terbesar keempat secara ekonomi. Untuk itu diperlukan kesenimbungan leadership agar 20 tahun ini semua berada pada kerangka makro legacy yang sama.
“Berarti selama 20 tahun itu, kita memerlukan konsistensi kekuasaan yang bersetuju mencapai satu gagasan besar bersama, yang terus dirawat,” kata Denny dalam diskusi di Creator Club yang cuplikannya dimuat di akun medsosnya, Kamis (7/3/2024).
Advertisement
Dia menjelaskan pada titik ini, koalisi semi permanen untuk mengawal pemerintahan sampai tahun 2045 menjadi terpenting. Salah satu tugas koalisi ini termasuk membantu siapa yang akan menjadi the next presiden hingga 2045, yang memiliki visi yang sama.
“Karena saat ini, Gerindra dan Golkar yang menjadi partai terbesar di pemerintahan, maka dua partai ini bisa memimpin koalisi semi permanen hingga 2045,” kata dia.
Denny mengungkapkan, dalam pemilu legislatif pada 1999, PDIP mampu mendapatkan kemenangan dengan dukungan 33,74%. Di tahun itu masih ada partai yang menang di atas 30%. Lalu di 2004, Golkar yang menang, sedangkan pada Pileg 2009, Demokrat yang menang. Namun angka kemenangannya sudah menurun di bawah 30%, bahkan di bawah 22%.
"Tahun 2004, Golkar juara satu tapi menang di persentase 21,58%. Tahun 2009, Demokrat menangnya turun lagi di posisi 20,85%," kata dia,
Semakin mengecilnya partai pemenang pemilu berlanjut. Di Pemilu 2014, pemenangnya turun lagi di bawah 20%. PDIP menangnya di 2014 ini hanya 18,95%. Lalu PDIP lagi di 2019 pada angka 19,33%.
"Sekarang di tahun 2024, di Quick Count LSI Denny JA, PDIP masih masih menang tapi sudah di bawah 17%," ucap Denny.
Dia menjelaskan, sebelumnya untuk mendapatkan dukungan mayoritas DPR di tahun 1999, itu cukup memerlukan gabungan dua partai politik tertinggi. Jika PDIP itu di atas 33% dan Golkar di atas 22%, bergabung, mereka sudah menjadi koalisi yang menguasai mayaritas kursi DPR.
"Tapi di tahun 2024 ini, karena partai politik yang paling tinggi hanya memperoleh 17% , bahkan tiga partai politik menggabungkan suaranya, dukungannya masih kurang dari 50%," kata dia.
Akibatnya, kebijakan publik lebih diwarnai oleh negosiasi kasuistik di parlemen. Satu kerangka besar public policy, apalagi satu legacy program yang perlu dukungan di atas lima tahun, itu akan susah untuk dibangun.
"Karena semakin mengecilnya partai pemenang pemilu, perlu kita memunculkan satu inovasi baru, satu gagasan baru," ujar dia.
Ia mengaku sudah menyampaikannya kepada Jokowi dalam perjumpaan empat mata, sebelum hari pencoblosan. “Saya juga sudah sampaikan kepada Prabowo dalam percakapan berdua."
Legacy Seorang Presiden
Selain itu, menurut dia, Legacy seorang presiden atas sebuah gagasan besar memerlukan waktu hingga 20-25 tahun agar gagasan itu kokoh dieksekusi hingga tuntas dan detail. Artinya, sebuah gagasan besar hanya mungkin mengejawantah jika didukung oleh beberapa presiden tanpa diinterupsi, tanpa dioposisi.
"Contohnya IKN, pindah ibu kota baru ke Kalimantan. Agar IKN itu benar-benar bisa tuntas berdiri di sana, dan semua instrumen pemerintahan bekerja di sana, tumbuh dan kemudian juga sehat, itu tak selesai dalam waktu lima tahun," kata dia.
"Mengapa minimal 20 tahun? Itu karena tahun 2045 tinggal 20 tahun lagi. Setelah Prabowo terpilih di tahun 2024-2029, kita memerlukan tambahan lima belas tahun, tiga pemilu presiden lagi," dia menambahkan.
Berarti selama 20 tahun itu, kata Denny, diperlukan konsistensi kekuasaan yang bersetuju mencapai satu gagasan besar bersama, yang terus dirawat. Pada titik inilah koalisi semi permanen untuk mengawal pemerintahan sampai tahun 2045 menjadi terpenting.
"Salah satu tugas koalisi ini termasuk membantu siapa yang akan menjadi the next presiden hingga 2045, yang memiliki visi yang sama," ujar Denny.
"Karena saat ini, Gerindra dan Golkar yang menjadi partai terbesar di pemerintahan, maka dua partai ini bisa memimpin koalisi semi permanen hingga 2045. Siapa ketum Gerindra dan ketum Golkar hingga 2045 menjadi krusial," lanjutnya.
Sedangkan partai lainnya yang kini ikut dalam Koalisi Indonesia Maju di bawah Prabowo- Gibran, seperti PAN dan Demokrat menjadi pilihan sekutu yang pertama. Sebagian dari partai di luar koalisi pemenang pilpres, seperti PKB, Nasdem, PPP, bahkan PDIP dan PKS, bisa mempertimbangkan diri untuk bergabung.
"Tentu saja penting pula menyisakan partai politik untuk tetap berada di luar pemerintahan. Oposisi politik tetap diperlukan," tutup Denny.
Advertisement