Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri mengungkap dampak dari program magang ilegal ke Jerman, banyak para mahasiswa yang terjerat utang. Sebab, mereka harus menanggung sejumlah beban biaya selama mereka mengikuti program tersebut.
Hal itu diungkap Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro terkait dengan pendapatan dari hasil kerja para mahasiswa di Jerman yang ternyata tidak bisa menutupi seluruh kebutuhan yang ada.
“Gajinya mereka menerima sekitar Rp30 juta tapi itu ada pemotongan penginapan dan sebagainya. termasuk biaya-biaya kehidupan sehari-hari yang cost-nya di Jerman cukup tinggi sehingga rata-rata mahasiswa malah rugi,” kata Djuhandani saat jumpa pers, Rabu (27/3/2024).
Advertisement
Kerugian itu, dikarenakan para mahasiswa yang diberangkatkan oleh PT Cvgen dan PT SHB dibebankan sejumlah biaya. Antara lain biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 kepada PT Cvgen dan juga membayar 150 Euro untuk pembuatan loa (letter of acceptance) kepada PT SHB.
Kemudian setelah loa para mahasiswa juga harus membayar sebesar 200 Euro sebagai persyaratan dalam pembuatan Visa. Sehingga mereka dibebankan untuk membayar dana talangan ke pihak universitas sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta dipotong dari setiap gaji bulanan mereka.
“Membayar talangan malah sampai saat ini banyak yang masih bayar talangan yang oleh Univ tawarkan. Mereka ke Jerman tidak mendapat untung tapi malah menyiapkan utang di Indo yaitu berupa talangan yang antara Rp24 juta sampai Rp50 juta, itu talangan yang diberikan koperasi (Univ),” jelasnya.
Semua Korban Merasa Dijebak
Djuhandani menjelaskan semua korban merasa dijebak. Karena program frein job ini awalnya ditawarkan para tersangka sebagai kesempatan untuk memberikan pengalaman pekerjaan sehingga banyak dari korban termakan bujuk rayunya.
“Itu salah satu penawaran, salah satu penawaran dan mereka juga diberikan sebelumnya di samping penawaran mereka diberikan 20 sks disamakan dengan MKBM program itu mendapat 20 sks dan itu ditawarkan ke mahasiswa di samping keuntungan materil juga keuntungan nilai akademis tersendiri,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Djuhandani mengatakan penyidik masih mendalami kasus TPPO ini apakah termasuk modus baru atau tidak. Karena, kasus eksploitasi kepada mahasiswa ini merupakan kasus baru yang terbongkar.
“Baru kali ini terjadi salah satu modus baru bagi TPPO karna ini kami menyidik modus baru ini. Baru kita dapatkan yaitu dengan merubah program yang tidak ada hubungannya dengan program yang ada di Indonesia,” kata dia.
Terlebih, Djuhandani mengungkap meskipun program frein job ini legal di Jerman. Namun tidak sesuai dengan program magang yang dilaksanakan di Indonesia.
“Yang dianggap sebagai resmi dalam proses resminya itu banyak yang ditawarkan ataupun memalsukan keadaan saat itu. Seperti keadaan liburan dan seterusnya (di Indonesia),” tuturnya
Advertisement
Polri Tetapkan Lima Tersangka
Sebelumnya, dari pengungkapan kasus ini total sudah ada lima tersangka yakni, ER alias AW (39) PT SHB lalu A alias AE (37) CVgen yang keduanya saat ini ada di Jerman. Lalu ada laki-laki berinisial SS (65) dan MZ (60) dan perempuan berinisial AJ (52) dengan peran yang berbeda.
"Dalam perkara Ferien Job ini, kami telah menetapkan lima orang WNI sebagai tersangka, yang mana dua orang tersangka keberadaannya di Jerman,” kata dia.
Adapun, awal mula kasus terbongkar berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob di Jerman. Dengan melibatkan 33 universitas yang ada di Indonesia untuk diberangkatkan ke Jerman.
“Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujarnya.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU No 21 Tahun 2007 tentang TPPO Jo Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com