Soal DPO Hilang, Hotman Sebut Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Tersandung Kasus Hukum Lagi

Pengacara keluarga Vina Cirebon, Hotman Paris, mengatakan, delapan terpidana kasus Vina Cirebon berpeluang terkena pidana baru usai memberikan keterangan berbelit-belit mengenai sosok pelaku lain.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 29 Mei 2024, 19:58 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2024, 19:53 WIB
Hotman Paris selaku pengacara keluarga Vina Cirebon (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)
Hotman Paris selaku pengacara keluarga Vina Cirebon (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara keluarga Vina Cirebon, Hotman Paris, mengatakan, delapan terpidana kasus Vina Cirebon berpeluang terkena pidana baru usai memberikan keterangan berbelit-belit mengenai sosok pelaku lain.

Menurut dia, polisi bisa menjerat delapan orang terpidana itu dengan sanggkaan melakukan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan.

Hal itu diungkap Hotman karena adanya perbedaan antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan fakta persidangan. Khususnya, perihal nama-nama yang masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO.

"Kalau saya mengatakan semua terpidana itu bisa menghalangi penyidikan atau obstruction of justice," kata Hotman kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu (29/5/2024).

Hotman mengungkit surat dakwaan, fakta persidangan maupun amar putusan majelis hakim. Dia mengatakan, jelas disebutkan ada tiga DPO dalam kasus Vina Cirebon. Tapi, kenyataan para terpidana saat diperiksa ulang di Polda Jabar justru mengubah keterangan yang dituangkan ke dalam berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Karena di sini disebutkan tiga DPO. Di persidangan juga mengatakan tiga DPO. Kalau kemudian dia membuat BAP lagi dalam dua minggu ini berubah, itu kan sudah menghalangi Penyidikan. Bisa kena tindak pidana baru itu semua, termasuk kuasa hukumnya kalau terlibat," ucap dia.

Pertanyakan DPO Fiktif

Hotman mempertanyakan dasar kepolisian menilai kedua DPO fiktif.

"Kok tiba-tiba hanya ada waktu dua minggu disidik ulang, membalikkan putusan pengadilan yang sudah berbulan-bulan diputus, hasil persidangan, itu yang kita keberatan. Kalau dibilang belum ketangkap masih bisa diterima, karena memang sudah 8 tahun tidak ketangkap," ucap dia.

Padahal, ada bukti hukum terkait tindak-tanduk dua pelaku yang disebut sebagai DPO. Hotman beberkan dari beragam versi dimulai pada tahun 2016.

"7 pelaku mengatakan ada 3 DPO semua diuraikan di sini, bahwa diuraikan semua jenis motornya perbuatan apa yang mereka lakukan dan cara memperkosanya, 7 DPO itu menerangkan bahwa kami melakukan bersama-sama jadi secara pidana itu perbuatan bersama itu BAP versi pertama," ujar dia.

Hotman mengatakan, BAP dari tujuh orang pelaku kemudian dicabut atas saran orang tertentu.

"Pelaku mencabut semua BAP-nya," ucap dia.

Terlalu Cepat Bilang Fiktif

Lebih lanjut, Hotman menerangkan dalam surat dakwaan dibeberkan ada 8 pelaku dengan 3 Daftar Pencarian Orang (DPO). Begitu pun dengan surat tuntutan jaksa. Bahkan, di fakta persidangan dan putusan hakim ada 8 pelaku 3 DPO.

"Itu sudah inkrah. Artinya apa ada beberapa versi yang semuanya tiba-tiba kemudian oleh penyidik dikatakan tidak benar yang benar adalah fiktif jadi yang mana yang benar yang berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap atau berdasar penyidikan kurang lebih 2 minggu oleh penyidik," ucap dia.

Karena itu, keluarga korban dan kuasa hukum menolak pernyataan penyidik polda Jabar yang menyebut 2 DPO adalah fiktif.

"Terlalu cepat pernyataan itu kalau belum tertangkap kami bisa maklumi tapi kalau fiktif terlalu cepat," ujar dia.

Infografis tingkat kriminalitas indonesia
Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya