Harun Masiku Disebut Berada di Jakarta, Pimpinan KPK: Luas Bos, Ngumpetnya Di mana?

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku hingga sekarang tak mengetahui keberadaan Harun Masiku tersebut.

oleh Tim News diperbarui 10 Jul 2024, 15:25 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2024, 15:25 WIB
Aktivis ICW Kritik KPK Tak Kunjung Tangkap Harun Masiku
Anggota ICW juga menempelkan poster wajah Harun Masiku dengan tulisan “Masih Hilang” di pagar gedung KPK, Jakarta. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah tahu keberadaan Harun Masiku yang terjerat kasus suap penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) Caleg DPR RI periode 2019-2024. Di mana, diklaim keberadaannya di Jakarta.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku hingga sekarang tak mengetahui keberadaan Harun Masiku tersebut.

"Jakarta kan luas bos, 10 juta warga Jakarta. Ngumpetnya di mana gitu kan," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Karena itu, Alexander meminta agar pihak lembaga antirasuah dibantu terkait keberadaan Harun Masiku.

"Kalau kawan-kawan ada yang tahu, ya beritahukan. Nanti kita jemput bersama," tutur dia.

Menurut Alexander, pencarian Harun Masiku terus dilakukan pihaknya. Dia mengaskan, hal tersebut sangat tidak mudah.

"Jadi, upaya itu terus akan dilakukan, memang tidak mudah, tapi, cepat atau lambat pasti akan ketemu juga," pungkasnya.

Sebelumnya, informasi penyidik KPK tahu keberadaan Harun Masiku, diketahui dari tim hukum DPP PDI Perjuangan.

Tim hukum PDIP mulanya menceritakan, Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sempat digeledah rumahnya di kawasan Jagakarsa Jakarta Selatan pada 3 Juli lalu. Salah seorang tim penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti mengatakan kalau Harun Masiku saat ini berada di Jakarta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tim Hukum PDIP: Penyidik KPK Bilang Harun Masiku Ada di Jakarta

"Sebenarnya lebih ke memastikan supaya Pak Doni ini bisa bekerja sama. Bahkan sampai Pak Rossa menyampaikan, dia sudah tahu keberadaan Harun Masiku, masih ada di Jakarta. Bahkan mengait-ngaitkan sama Pak Sekjen, Pak Hasto," kata tim hukum PDIP Army Mulyanto kepada wartawan di gedung Dewas KPK, Selasa (9/7/2024)

Selain itu, kata Army, Rossa juga sempat menyinggung agar Donny diminta untuk bekerja sama dalam memburu keberadaan Harun. Sebab Donny sendiri pernah diperiksa oleh penyidik KPK pada awal kasus suap yang PAW yang menjerat mantan ketua KPU, Wahyu Setiawan.

Army kemudian melanjutkan, pada saat menggeledah kediaman Donny, penyidik Rossa diduga melakukan gratifikasi hukum. Salah satunya dengan menggiring Donny agar kooperatif saat penggeledahan.

"Karena dipertimbangannya gini, ini penuturan Pak Rosa ke Pak Doni ya, 'Pak Doni enggak sayang sama anak-anak. Mereka masih kecil-kecil loh, enggak mempertimbangkan ekonomi ke depannya'. Kira-kira begitu kalimatnya," ucapnya.

 


Kasus Harun Masiku

Sebagaimana diketahui, Harun Masiku terjerat dugaan kasus suap dalam pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Kasus mencuat usai mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ditetapkan tersangka.

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan senilai Rp1,5 miliar. 

Dia melakukan suap agar dapat menggantikan posisi Nazarudin Kiemas, peraih suara tertinggi dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 daerah pemilihan Sumatera Selatan I yang meninggal dunia.

Seharusnya Nazarudin digantikan oleh calon legislatif (caleg) dari PDIP dengan suara terbanyak kedua yaitu Riezky Aprilia. Namun, PDIP menggelar rapat pleno dan menetapkan Harun untuk maju menggantikan Nazarudin.

Bahkan partai banteng merah itu mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) dan menyurati KPU untuk melantik Harun.

Di satu sisi, KPU awalnya kukuh akan melantik Riezky sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, aksi suap yang dilakukan Harun kepada Wahyu dianggap mampu mengubah keputusan KPU tersebut. Atas kasus yang mencatut namanya, Wahyu menerima hukuman pada Agustus 2020.

Ia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Selain Wahyu, nama mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina dan pihak swasta atas nama Saeful Bahari juga terseret ke pengadilan.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya