Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengingatkan bahwa wacana revisi Undang Undang Polri telah ada sejak sebelum pemerintahan Presiden Jokowi.
Hal itu disampaikan R Haidar Alwi menanggapi isu yang menyebut revisi UU Polri merupakan hadiah atau cara Presiden Jokowi memanjakan kepolisian.
"Januari tahun 2014 di DPR sudah mulai dibahas. Sedangkan Jokowi dilantik jadi Presiden periode pertama itu bulan Oktober 2014. Dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru dilantik Januari 2021. Jadi, saya pikir isu tersebut tidak tepat," kata R Haidar Alwi, Sabtu (3/8/2024).
Advertisement
Lagi pula, sambung R Haidar Alwi, revisi UU Polri memuat penambahan wewenang kepolisian dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi pokoknya. Terutama untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, memelihara kamtibmas serta menegakkan hukum.
Ia menegaskan, dengan tugas dan kewenangan yang lebih besar, maka tanggungjawab Polri juga akan semakin berat.
"Yang tadinya sudah harus pensiun di usia 58 tahun, nanti usia 60 tahun baru bisa pensiun. Apakah ini yang disebut memanjakan? Memanjakan itu kalau kerjanya dikurangi, kemauannya selalu dituruti dan tidak pernah ditegur. Tapi kalau kerjanya dikurangi, nanti malah dibilang melemahkan Polri. Serba salah juga," jelas R Haidar Alwi.
Objektif
Oleh karena itu, R Haidar Alwi meminta semua pihak melihat revisi UU Polri secara objektif dan dengan pikiran yang jernih. Jika tidak, maksud-maksud tidak baik dengan tujuan menyudutkan pihak terkait, akan terungkap dengan sendirinya.
"Jangan sampai dinodai oleh tujuan-tujuan kotor atau dibayangi oleh sebuah ketakutan membuka luka lama yang pada akhirnya tidak membuat perubahan dan tidak maju-maju. Sementara zaman terus berubah dan tantangan Polri juga semakin berat," pungkas R Haidar Alwi.
Advertisement