Novita Hardini Soroti Peran Negara yang Jadi Agent of Social Control

Pendapat itu disampaikan politisi perempuan PDI Perjuangan, menanggapi fenomena sosial yang berkembang saat ini, terutama dalam konteks peran negara dan tantangan persatuan.

oleh stella maris diperbarui 16 Agu 2024, 10:35 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 09:49 WIB
Novita Hardini.
Novita Hardini dalam Open Mic Merdeka. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Pancasila adalah pemersatu banga. Pancasila menjadi wujud nyata bahwa Indonesia memiliki pondasi yang kuat dalam menghadapi tantangan bangsa. Pancasila juga dikenal sebagai ideologi yang merangkul seluruh elemen masyarakat, melampaui batasan suku, agama, dan ras dari Sabang hingga Merauke.

"Pancasila lahir sebagai tiangnya negara Indonesia dimana di dalam negara Indonesia ada banyak suku, ada banyak kelompok ada banyak agama. Kalau negara saja sebagai agent of social control yang mestinya pola laku sosial masyarakat kita dibuat tidak berdaya, bagaimana kelompok-kelompok minoritas di luar sana yang kelompoknya kecil tidak punya power tidak punya jaringan? Lalu dimana konstitusi kita memberikan hak yang sama kepada seluruh warga Indonesia coba kita berpikir? Kok bisa?,” ujar Novita Hardini seperti dikutip di laman Instagram @novitamochamad, Kamis (15/8).

Pendapat itu disampaikan politisi perempuan PDI Perjuangan, menanggapi fenomena sosial yang berkembang saat ini, terutama dalam konteks peran negara dan tantangan persatuan. Politisi perempuan PDI Perjuangan itu pun menanggapi fenomena Paskibraka 2024 yang dinilainya mengalami pergeseran realitas sosial. Novita pun menyoroti konteks peran negara dan tantangan persatuan.

"Timbul pertanyaan yang menggelitik pikiran banyak pihak. Bagaimana dulu para pahlawan perempuan seperti RA Kartini, Cut Nyak Dien, Malahayati, dan Fatmawati menghadapi peraturan dan norma sosial sebagai Muslimah di Indonesia?" tanya dia.

"Ketika dihadapkan pada kondisi tertentu yang mungkin memaksa mereka untuk menyesuaikan penampilan, termasuk melepas kerudung, apakah mereka juga menghadapi penolakan atau reaksi keras seperti yang terjadi hari ini?" katanya.

Perempuan yang terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029 itu pun mengatakan jika fenomena tersebut tidak hanya mengingatkan masyarakat Indonesia pada sejarah panjang perjuangan perempuan Indonesia. Namun juga menyoroti dinamika sosial yang terus berubah seiring waktu. Ketegangan antara nilai-nilai tradisional dan modern, antara identitas pribadi dan tuntutan sosial, adalah sesuatu yang selalu ada dan akan terus menjadi bagian dari perjalanan bangsa ini.

"Melalui Pancasila, Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk merangkul semua perbedaan. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga kesatuan dan keutuhan bangsa dalam menghadapi perubahan zaman. Fenomena Paskibraka 2024 menjadi refleksi penting bagi kita semua tentang bagaimana nilai-nilai kebangsaan dan persatuan harus terus dijaga, bahkan dalam menghadapi realitas sosial yang terus bergeser," katanya. 

Meski demikian, Novita sepakat bahwa untuk menjadi negara demokrasi, adanya perbedaan adalah sebuah hal yang wajar. Namun sesuatu hal yang wajar itu, menurutnya perlu diselaraskan dengan moral dan etika yang harus terus dijaga sebagai bangsa Indonesia. 

"Apa itu moral dan etika? Asas bermusyawarah atas semua perbedan persepsi yang ada. Masa sih indonesia meninggalkan budaya beradab atas perbedaan yang ada, main menghakimi satu sama lain. Jangan jadi anarki dong, kita kan negara demokrasi. Kalau sudah anarki artinya sudah tidak seimbang, ini sebuah gejala tidak seimbangnya konsep demokrasi kita. Hukum tanpa demokrasi melahirkan kesewenang-wenangan. Demokrasi tanpa hukum melahirkan anarki. Nah gimana nih menurut kalian?," ujar Novita. 

 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya