Saksi Ahli Jelaskan Soal Kerugian Negara di Sidang Kasus Korupsi Timah

Dian menyebut, ada salah pengertian soal kekayaan negara yang dapat membuat tuduhan korupsi juga dikenakan pada tindakan Direksi BUMN dalam transaksi, yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Nov 2024, 16:40 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 16:40 WIB
Sidang Lanjutan Korupsi Timah, Terdakwa Harvey Moeis Simak Keterangan Para Saksi
Pada kasus ini, Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus korupsi komoditas timah kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dengan menghadirkan saksi ahli hukum keuangan negara, Dian Puji Simatupang, pada Rabu 20 November 2024. Kepada majelis hakim, dia menjelaskan tentang kerugian negara dalam perkara tersebut.

Dian menyebut, ada salah pengertian soal kekayaan negara yang dapat membuat tuduhan korupsi juga dikenakan pada tindakan Direksi BUMN dalam transaksi, yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan bahwa seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi jika dengan sengaja menjual saham tersebut secara melawan hukum, yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Dia mengatakan, harta kekayaan yang dimiliki oleh BUMN tidaklah menjadi bagian dari kekayaan negara. Ada penyertaan modal pemerintah atau pemisahan kekayaan negara dengan BUMN, yang dilakukan dalam rangka mitigasi risiko.

"Tapi esensi dasar sebenarnya Yang Mulia, mengapa tadi disampaikan, kita harus melihat dulu apa pengertian dari penyertaan modal pemerintah atau sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Mengapa harus ada dipisahkan Yang Mulia, karena berlakulah ketentuan prinsip di Pasal 1 angka 21 PP Nomor 27 Tahun 2014,” tutur Dian kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

“Maksudnya apa, maksud pemisahan itu agar dia menjadi miliknya orang yang menerima, sehingga seluruh regulasi, mitigasi risiko berpindah kepada mereka semua," sambungnya.

Dian pun merespons terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan telah terjadi kerugian negara dalam kasus korupsi di lingkungan PT Timah.

Tata Niaga Timah

Ahli Hukum Bisnis Nindyo Pramono dihadirkan oleh JPU sebagai saksi ahli dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Tamron di PN Jakpus.
Ahli Hukum Bisnis Nindyo Pramono dihadirkan oleh JPU sebagai saksi ahli dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Tamron di PN Jakpus. (Ist)

Menurutnya, selama suatu kegiatan tata niaga timah dilakukan dengan biaya anak perusahaan BUMN sendiri dan tidak ada pengeluaran negara lewat APBN untuk memulihkan kerusakan lingkungan, serta tidak ada kekayaan alam dalam bentuk timah yang dicatat milik negara, maka kegiatan tata niaga timah dalam anak perusahaan BUMN PT Timah tidaklah terdapat kerugian negara yang nyata dan pasti.

Selain itu, Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut mengulas soal pemulihan kerusakan lingkungan, yang baginya tidak bisa dibebankan seluruhnya kepada para terdakwa di kasus korupsi komoditas timah.

“Uang pengganti yang dibayar seluruh terdakwa tidak akan bisa dipakai untuk memulihkan lingkungan, karena alokasi pemulihan lingkungan hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” Dian menandaskan.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi komoditas timah, yakni Suranto Wibowo (SW), Rusbani (BN), dan Amir Syahbana (AS), pada Rabu, 31 Juli 2024.

 

 

Perkaya Diri Sendiri

Di dalamnya, tertulis hasil dari memperkaya diri untuk sejumlah sosok, seperti petinggi Sriwijaya Air Hendry Lie, pengusaha Helena Lim, dan suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis.

"Telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan illegal di Wilayah IUP PT Timah Tbk yang dilakukan oleh Suparta, Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis melalui PT Refined Bangka Tin; Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa; Tamron alias AON, Achmad Albani, Kwan Yung alias Buyung dan Hasan Tjhie alias Asin melalui CV Venus Inti Perkasa; Suwito Gunawan alias AWI dan M.B. Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa; Hendrie Lie, Fandy Lingga, dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa; yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah Tbk maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya," tutur jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

"Yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar Kawasan Kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan," sambung jaksa.

 

 

Rincian Perbuatan Tersangka

Aksi rasuah para terdakwa pun dianggap sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu koorporasi. Berdasarkan dakwaan, sosok seperti Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa memperoleh setidaknya Rp1 triliun lebih. Sementara Helena Lim dan Harvey Moeis menerima hingga Rp420 miliar.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia," kata jaksa.

Adapun rincian hasil perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu koorporasi yang dilakukan tiga terdakwa mantan Kepala Dinas Provinsi Bangka Belitung adalah sebagai berikut:

  • Memperkaya Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998
  • Memperkaya Suparta melalui PT Refined Bangka Tin setidak-tidaknya sebesar Rp4.571.438.592.561,56
  • Memperkaya Tamron alias AON melalui CV Venus Inti Perkasa setidak-tidaknya Rp3.660.991.640.663,67
  • Memperkaya Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36
  • Memperkaya Suwito Gunawan alias AWI melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidak tidaknya Rp2.200.704.628.766,06
  • Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19
  • Memperkaya 375 Mitra Jasa Usaha Pertambangan (pemilik IUJP) di antaranya CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidak-tidaknya Rp10.387.091.224.913
  • Memperkaya di antaranya CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp4.146.699.042.396
  • Memperkaya Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidak-tidaknya Rp986.799.408.690
  • Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim Rp420.000.000.000.
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya