Liputan6.com, Jakarta Program andalan Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis sudah dijalankan secara serentak di beberapa wilayah Indonesia sejak 6 Januari 2025.
Program MBG tersebut bertujuan memastikan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang. Selain itu, MBG juga ditujukan untuk mendukung kelompok rentan seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Advertisement
Di balik tujuan program mulia itu, terdapat permasalahan yang masih muncul dalam pelaksanaan awal Program MBG.
Advertisement
Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Banteng Muda Indonesia (DPP BMI) periode 2021-2024, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra membeberkan berbagai permasalahan utama yang masih muncul di awal pelaksanaan MBG.
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan periode 2024-2029 itu menyebut bahwa keterlibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), petani, dan peternak lokal dalam program MBG belum optimal.
“Belum optimalnya peran UMKM sebagai rantai pasok, serta kurangnya dukungan bagi petani dan peternak lokal, ketergantungan terhadap impor pangan masih tinggi seperti kebutuhan beras dan susu,” sebutnya.
Selain itu, Kaisar juga mengungkapkan standar dan kualitas menu juga menjadi permasalahan. Menurutnya, saat ini tidak ada standar nasional untuk menu dan rasa makanan di program MBG.
“Pengalaman penolakan menu oleh siswa, sayuran yang tidak segar, hingga dugaan makanan basi dan kasus keracunan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, pada Jumat (17/1/2025), 40 siswa SDN di Sukoharjo, Jawa Tengah diduga keracunan usai menyantap menu program MBG. mereka pun mengalami mual dan muntah-muntah usai menyantap ayam yang dimarinasi.
Kaisar menilai bahwa pengelolaan dan distribusi MBG tidak tepat waktu dan merata di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, ia pun menyebut, masih kurangnya pengawasan dan transparansi dalam pelaksanaan program MBG.
Di sisi lain, Kaisar mengatakan, dampak ekonomi lokal usai program MBG dijalankan muncul.
“Pemasukan pedagang kantin sekolah mengalami penurunan dan persaingan harga yang tidak seimbang bagi petani dan peternak menjadi masalah yang berulang, terlebih dengan adanya program MBG masih belum jelas keterlibatannya bagi UMKM,” katanya.
Kaisar juga menyebut, di tengah produksi beras nasional mengalami defisit sekitar 2,21 juta ton, hal itu belum bisa memenuhi kebutuhan untuk program MBG yang dipastikan memperbesar beban pasokan beras.
“Selain itu, ketergantungan pada impor susu masih mencapai 80 persen dan ini juga menjadi ancaman keberlangsungan peternak lokal terlebih pemerintah berencana melakukan impor besar-besaran di ranah pengadaan sapi dan susu sapi,” sebutnya.
Libatkan UMKM dan Tetapkan Standar Menu
Kaisar memberikan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk pemerintah guna memperbaiki pelaksanaan program MBG agar lebih efektif, berkelanjutan, tepat sasaran, dan berdampak pada masyarakat luas.
Kaisar menegaskan pentingnya menetapkan standar menu nasional yang memperhatikan gizi, rasa, dan keamanan makanan.
“Standar ini harus dirancang dengan melibatkan ahli gizi, komunitas sekolah, serta pihak terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko penolakan menu oleh siswa dan meningkatkan penerimaan program secara keseluruhan,” tegasnya.
Selain itu, Kaisar juga mengusulkan agar pemerintah meningkatkan keterlibatan UMKM serta petani dan peternak lokal dalam penyediaan bahan pangan untuk program MBG. Ia meminta agar 80 persen pasokan program berasal dari UMKM yang menggunakan hasil pertanian dan peternakan lokal.
“Dengan memberikan insentif pajak dan subsidi kepada UMKM serta petani lokal, program ini tidak hanya mengurangi ketergantungan impor tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal,” ujarnya.
Kaisar juga menekankan perlunya sistem distribusi berbasis teknologi.
“Sistem distribusi dengan pelacakan real-time arus diimplementasikan untuk memastikan distribusi berjalan tepat waktu dan meminimalkan keterlambatan,” ucapnya.
“Selain itu, pembentukan badan pengawas independen yang melibatkan LSM, akademisi, dan masyarakat sipil juga menjadi bagian dari rekomendasi, badan ini bertugas memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program MBG,” jelas Kaisar.
Advertisement
Lakukan Diversifikasi Pangan Lokal
Kaisar mengungkapkan, diversifikasi pangan lokal menjadi strategi utama dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia pun mengusulkan pemanfaatan singkong, jagung, atau kedelai lokal sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan susu impor.
“Investasi dalam teknologi pertanian dan peternakan juga perlu ditingkatkan untuk mendorong produktivitas domestik,” ungkapnya.
“Langkah ini diharapkan mampu mengurangi tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekaligus memperkuat kemandirian pangan nasional,” jelas Kaisar.
Rekomendasi yang diusulkan Kaisar itu pun memberikan gambaran langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk menyempurnakan pelaksanaan program MBG.
Dengan implementasi kebijakan yang tepat, program MBG diharapkan tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
(*)