Liputan6.com, Jakarta - Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar meminta masyarakat mewaspadai potensi gelombang laut dengan kategori sangat tinggi diperkirakan hingga enam meter di perairan selatan Bali pada Senin 3 dan Selasa 4 Februari 2025.
"Masyarakat umum, nelayan, dan pelaku kegiatan wisata bahari waspadai potensi peningkatan kecepatan angin perairan utara dan selatan Bali," ujar Kepala BBMKG Wilayah III Cahyo Nugroho di Denpasar, melansir Antara, Minggu (2/2/2025).
Advertisement
Dia menjelaskan, berdasarkan analisis BBMKG Wilayah III, perairan selatan Bali diperkirakan memiliki ketinggian gelombang laut kategori sangat tinggi, yakni berkisar 4-6 meter, diperkirakan pada 3 Februari 2024.
Advertisement
"Adapun arah angin diperkirakan bergerak dari barat-barat laut dengan kecepatan angin berkisar hingga 40 knot atau sekitar 74 kilometer per jam," ucap Cahyo.
Sedangkan di perairan lain, lanjut dia, seperti Laut Bali, Selat Bali bagian utara, Selat Bali bagian selatan, Selat Badung, dan Selat Lombok bagian utara dan selatan, seluruhnya diperkirakan ketinggian gelombang lautnya hingga 2,5 meter.
"Adapun arah angin juga diperkirakan sama, yakni dari barat-barat laut dengan kecepatan diperkirakan hingga 20 knot," kata Cahyo.
Sedangkan pada 4 Februari 2025, lanjut dia, perairan selatan diperkirakan masih tinggi gelombang lautnya hingga kisaran 4-6 meter dengan arah angin bertiup dari arah barat laut-utara dengan kecepatan hingga 35 knot.
"Sementara itu, perairan lainnya rata-rata memiliki ketinggian gelombang laut hingga 2,5 meter," papar Cahyo.
Kondisi Angin dan Gelombang
Menurut Cahyo, BMKG mencatat kondisi angin dan gelombang laut berisiko terhadap keselamatan pelayaran. Pengguna perahu nelayan diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter.
"Kemudian, operator kapal tongkang dianjurkan waspada saat angin berkecepatan lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter. Sedangkan operator kapal feri diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter," terang Cahyo.
Dia mengatakan, BBMKG Denpasar mencatat prakiraan kondisi cuaca di Bali pada 2-4 Februari 2025 dipengaruhi, di antaranya gelombang rossby ekuator. Menurut BMKG, kata Cahyo, gelombang rossby ekuator adalah gelombang atmosfer yang bergerak dari arah barat di sekitar ekuator.
"Ketika gelombang tersebut terpantau aktif, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan awan hujan di wilayah yang dilewati," ucap dia.
"Kemudian, dipengaruhi juga oleh suhu muka laut di sekitar wilayah Bali berkisar antara 28-30 derajat Clcius dan massa udara basah terkonsentrasi dari lapisan permukaan hingga 200 milibar atau 12.000 meter," sambung Cahyo.
Â
Advertisement
BMKG Ingatkan Jawa Barat Potensi Hujan Esktrem pada 2-7 Februari 2025
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya potensi peningkatan intensitas hujan di wilayah Jawa Barat (Jabar). Potensi hujan ekstrem di Jabar itu diperkirakan terjadi dalam periode 2-7 Februari 2025.
"Hal ini, berkaitan dengan adanya bibit siklon tropis yang baru saja muncul di perairan Samudera Hindia, yang kemungkinan dapat membahayakan pelayaran atau publik baik secara langsung ataupun tidak langsung," kata Kepala BMKG Dwikorita, dalam konferensi pers digital, Sabtu malam 1 Februari 2025.
Dwikorita menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Barat masih dalam periode puncak musim hujan hingga akhir Februari atau Maret 2025 mendatang. Kondisi ini masih dipengaruhi angin muson dari Asia yang semakin menguat dan disertai dengan La Nina lemah yang diprediksi berlangsung hingga Maret-April.
Selain itu, kata dia, ada juga pengaruh Madden-Julian Oscillation (MJO) yang semakin bergerak ke arah Indonesia bagian tengah dan pengaruh seruakan udara dingin dari dataran tinggi di Asia atau dataran tinggi Siberia.
"Hal ini terjadi sejak beberapa hari lalu, selain juga masih ada kondisi liabilitas atmosfer secara lokal di beberapa wilayah Indonesia, dan pengaruh gelombang equator yang akan masih sama dalam sepekan ini nah yang berbeda adalah munculnya bibit siklon tropis di tiga titik," kata Dwikorita, seperti dikutip dari Antara.
Adapun bibit siklon yang muncul adalah 90S di Selatan NTT-NTB, 96P di Teluk Karpentaria Papua, dan yang paling dekat Jabar adalah 99S di Selatan Banten.
"Ini kalau saya sebutkan adalah 'pemain baru' selain kondisi yang kita alami beberapa hari terakhir," katanya.
Â
Papua hingga Jambi Juga Potensi Hujan Ekstrem
Atas adanya bibit siklon tropis ini, lanjut dia, perlu diwaspadai potensi hujan dengan intensitas lebat yang dapat berkembang menjadi sangat lebat dan ekstrem di seluruh provinsi di Papua, NTT, NTB, Bali, Jatim, Jateng, DIY, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara, sampai Jawa Barat dan Jambi.
"Nah, selain peningkatan curah hujan yang dapat mencapai sangat lebat dan dimungkinkan menjadi ekstrem, juga perlu diantisipasi angin kencang dan juga gelombang yang dapat mencapai 2,5 meter hingga 4 meter di perairan Samudera Hindia dari Bengkulu hingga NTT," ucapnya.
Plt Sestama BMKG Guswanto, mengungkapkan dalam aktivitas cuaca yang terjadi, pihaknya juga melihat adanya pertumbuhan awan kumulonimbus dalam periode 2-7 Februari 2025 tersebut, dengan cakupan 50-75 persen di Samudera Hindia, Selat Malaka, Aceh, Sumatera Utara, Laut Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Banda, Papua Barat, dan Papua.
"Dan awan dengan cakupan lebih besar dari 75 persen yang sangat membahayakan jalur penerbangan ada di Samudera Hindia Selatan Jawa, Aceh, Laut Flores, Laut Banda, lalu ada di Samudera Pasifik Utara Papua, dan Laut Arafurura," tutur dia.
BMKG mengimbau, pemerintah daerah hingga pihak terkait untuk bersiap-siap menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah seperti banjir bandang hingga tanah longsor.
"Masyarakat juga perlu memitigasi. Tapi mitigasi yang sesungguhnya adalah bagaimana mengenali cuaca dengan baik dan bagaimana mengenali lingkungan tempat tinggal kita. Misal ketika lihat di hulu awan gelap segera menjauh dari bantaran sungai beberapa kilometer. Lalu kalau hujan menjauh dari lereng. Karena dengan mengenali dua hal itu, itu merupakan hampir 75 persen lebih sebagai usaha untuk mitigasi bencana hidrometeorologi basah," tutur Dwikorita menambahkan.
Advertisement