Sistem Electronic Road Pricing atau ERP segera diterapkan di Ibukota. Nantinya, sistem ERP Jakarta disebut-sebut merupakan perpaduan antara ERP Singapura dan Stockholm, Swedia.
"Dua-duanya nanti akan kami gabungkan, karena karakteristik dari masing-masing negara kan beda. Jadi kami sesuaikan dengan yang ada di Jakarta," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Udar Pristono di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Di Singapura, tarif ERP ditentukan oleh kepadatan lalu lintas. Sehingga semakin macet tarif ERP akan semakin mahal. Namun, apabila kendaraan yang melintas sedikit, tarifnya menjadi lebih murah. Secara teknis, Singapura menggunakan semacam alat pemindai. Ketika mobil melewati gerbang ERP, secara otomatis saldo yang terdapat dalam chip di alat tersebut dipotong.
"Nggak perlu berhenti kaya di tol. Kalau habis ya isi ulang," ungkap Pristono.
Sedangkan sistem ERP di Stockholm tidak menggunakan alat pemindai, melainkan nomor plat mobil direkam. Kemudian 14 hari kemudian, tagihan dikirim ke rumah dan warga membayar secara manual. Mengenai tarifnya, ERP Stockholm tergantung dari jam-jam sibuk. Misalnya, pada pagi dan sore saat karyawan berangkat dan pulang kantor.
Nantinya, dari kedua sistem tersebut, pihak Dishub akan mencari konsep yang sesuai untuk diterapkan di Jakarta. ERP di DKI akan dilaksanakan di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin yang merupakan kawasan padat kendaraan, sekitar 200 ribu unit mobil melintas per hari di jalan tersebut.
"Rencananya, tarif ERP Jakarta paling mahal Rp 21 ribu. Ya itu tadi, nanti bisa berubah kalau pas sepi bisa lebih murah jatuhnya," jelas Pristono. (Tnt/Sss)
"Dua-duanya nanti akan kami gabungkan, karena karakteristik dari masing-masing negara kan beda. Jadi kami sesuaikan dengan yang ada di Jakarta," ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Udar Pristono di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Di Singapura, tarif ERP ditentukan oleh kepadatan lalu lintas. Sehingga semakin macet tarif ERP akan semakin mahal. Namun, apabila kendaraan yang melintas sedikit, tarifnya menjadi lebih murah. Secara teknis, Singapura menggunakan semacam alat pemindai. Ketika mobil melewati gerbang ERP, secara otomatis saldo yang terdapat dalam chip di alat tersebut dipotong.
"Nggak perlu berhenti kaya di tol. Kalau habis ya isi ulang," ungkap Pristono.
Sedangkan sistem ERP di Stockholm tidak menggunakan alat pemindai, melainkan nomor plat mobil direkam. Kemudian 14 hari kemudian, tagihan dikirim ke rumah dan warga membayar secara manual. Mengenai tarifnya, ERP Stockholm tergantung dari jam-jam sibuk. Misalnya, pada pagi dan sore saat karyawan berangkat dan pulang kantor.
Nantinya, dari kedua sistem tersebut, pihak Dishub akan mencari konsep yang sesuai untuk diterapkan di Jakarta. ERP di DKI akan dilaksanakan di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin yang merupakan kawasan padat kendaraan, sekitar 200 ribu unit mobil melintas per hari di jalan tersebut.
"Rencananya, tarif ERP Jakarta paling mahal Rp 21 ribu. Ya itu tadi, nanti bisa berubah kalau pas sepi bisa lebih murah jatuhnya," jelas Pristono. (Tnt/Sss)