Sengketa Blok A, Menpera Bantah Sebagai Pemilik PT PDI

Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz membantah dirinya sebagai pemilik PT PDI yang sedang bersengketa dengan PD Pasar Jaya.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 09 Okt 2013, 21:59 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2013, 21:59 WIB
menpera-djanfaridz130606b.jpg
PD Pasar Jaya dan PT Priamanaya Djan International (PT PDI) tengah dalam tahap penyelesaian sengketa Pasar Blok A Tanah Abang. Dari hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, PT PDI diwajibkan mengembalikan dana atau denda sebesar Rp 8,2 miliar kepada PD Pasar Jaya.

Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz merupakan pemilik dari PT Priamanaya Djan Internasional tersebut. Namun, saat dikonfirmasi, Djan membantah sebagai pemilik PT PDI. Ia mengaku telah melepas saham yang dimilikinya, dari semua perusahaan yang selama ini ia kelola setelah menjadi menteri kabinet Indonesia bersatu jilid II.

"Bukan. saya bukan pemilik PT PDI. Saya tidak pemilik. Sejak jadi menteri , saya keluar dari seluruh perusahaan yang saya miliki. Sahamnya pun tidak," ujar Djan usai bertemu Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Rabu (9/10/2013).

Maka dari itu, ia pun menolak berkomentar terkait sengketa Blok A antara PT PDI dengan PD Pasar Jaya yang saat ini sedang renegosiasi kontrak. Padahal, permasalahan Blok A sudah terjadi sejak 2009 lalu. Sementara Djan terpilih menjadi Kemenpera baru pada tahun 2011.

"Saya sekarang menteri. Tidak ada kaitan lagi dengan Blok A. Saya tidak terlibat dan tak tahu menahu," kata Djan.

Sengketa pengelolaan Blok A Tanah Abang antara PT PDI dengan PD Pasar Jaya timbul karena Pasar Jaya memutuskan kontrak perjanjian 5 tahun secara sepihak. Hal itu membuat PT PDI menggungat BUMD DKI tersebut ke pengadilan.

Sementara alasan pemutusan kontrak, adalah PT PDI hingga 2008 tidak bisa memenuhi klausul perjanjian yang menyebutkan jika penjualan kios Blok A harus mencapai 95 persen untuk diserahterimakan kepada PD Pasar Jaya. PD Pasar Jaya pun meminta BPKP melakukan audit investigatif dan hasilnya kerja sama itu ternyata menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 179 miliar. (Tnt)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya