Setelah sempat 'beristirahat'--sejak mengundurkan diri dari Partai Demokrat pasca-penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi Proyek Hambalang--Anas Urbaningrum kembali berkiprah dalam organisasi. Tak tanggung-tanggung, Anas mendirikan sebuah organisasi masyarakat (ormas) bersama sejumlah loyalis-loyalis bekas mantan kader Demokrat. Ormas itu diberi nama Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
Menurut salah satu penggagas sekaligus juru bicara PPI, Ma'mun Murod Al Barbasy, gerakan ini dibentuk sebagai tandingan dari sebuah sistem yang dirasakan semakin diskriminatif dalam segala hal.
"Ini antitesis dari gerakan yang ada. Soal diskriminasi dalam hukum, politik dan lainnya. Jika jauh dari trah kekuasaan akan sulit bergerak dan tertekan. Maka kami akan melawan dalam konteks itu," ujar Ma'mun Murod saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Minggu 15 September 2013.
Selain itu, jelas Ma'mun, PPI juga muncul lantaran semakin terpuruknya Indonesia dalam pergaulan internasional dan sejumlah persoalan yang menjadikan harga diri bangsa rendah di mata bangsa lain.
"Ada banyak persoalan, seperti TKI, melonjaknya harga tahu tempe yang seharusnya tak pernah terjadi di negeri yang memiliki sumber daya alam sangat melimpah," imbuh Ma'mun yang juga penulis buku 'Anas Urbaningrum, Tumbal Politik Cikeas'.
Usai menghadiri deklarasi PPI, Gede Pasek Suardika dicopot dari Ketua Komisi III DPR dan Saan Mustopa juga digeser dari Sekretaris Fraksi tersebut. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa Demokrat memecat Gede dan Saan karena datang pada deklarasi ormas Anas itu.
Meski demikian, Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf menegaskan, pergantian Saan dan Gede tak terkait kehadiran mereka saat deklarasi PPI.
"Kalau dikait-kaitkan dengan kehadiran itu sama sekali tidak ada kaitannya. Rotasi ini hal yang biasa dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada yang lain untuk memimpin. Jadi kalau dikaitkan itu wajar-wajar saja dan itu hak semua orang untuk mengait-kaitkan," kata Nurhayati.
Warning 'SBY'
Munculnya PPI menuai reaksi dari elite Demokrat. Sang Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikabarkan mengirimkan SMS atau pesan singkat ke segenap kader Demokrat untuk berhati-hati dengan PPI Anas.
"Ada (pengarahan), itu wajar. Jadi pengarahannya harus berhati-hati dalam menanggapi pernyataan oknum PPI. Pengarahan itu wajar," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Agus Hermanto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2013.
Pembina Fraksi Partai Demokrat DPR ini menjelaskan, partainya kecewa dengan manuver politik yang dilakukan anggota PPI. Salah satunya menyebar kabar soal penjemputan mantan Ketum Partai Demokrat Subur Budhisantoso oleh Badan Intelijen Negara (BIN) saat akan mengisi diskusi PPI.
"Yang jelas melukai Partai Demokrat. Karena Pak Subur itu mantan Ketua Umum Partai Demokrat," ungkapnya. Apalagi, sambungnya, setelah diketahui ternyata Subur tidak dijemput, melainkan datang ke kantor BIN untuk keperluan lain.
"Memang kami melihat ada beberapa oknum PPI yang mengadakan permusuhan dengan Partai Demokrat. Kita harus sikapi, dan harus ditanggapi. Karena apa yang dikatakan soal BIN itu tidak benar sama sekali. Bahkan kita menyarankan agar diteruskan di hukum," tukas Agus.
Dalam poin lain SMS yang diduga dari SBY tersebut, tertulis juga bahwa Anas dan kawan-kawannya jahat. Citra Demokrat, dalam pesan itu, merosot tajam karena perilaku sejumlah pihak, termasuk Anas.
"4. Jahat sekali. Luar biasa. Sebenarnya saya tidak ingin melihat ke belakang. Tetapi, pihak Anas terus menerus menyerang & dan menghantam saya & Partai Demokrat. Setelah hampir 3 tahun saya mengalah & diam, saatnya utk saya hadapi tindakan yang telah melampauai batasnya itu. Partai Demokrat atas kerja keras kita baru saja mulai bangkit. Karena perilaku sejumlah kader, termasuk Anas, partai kita sempat melorot tajam dan hancur. Kalau gerakan penghancuran Partai Demokrat & SBY terus mereka lancarkan, para kader seluruh Indonesia akan sangat dirugikan. Sebagai unsur pimpinan Partai kita harus menyelamatkan partai kita, termasuk nasib dan masa depan jutaan anggota PD di seluruh Indonesia."
Namun, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhony Allen Marbun menyatakan, isi pesan singkat Presiden SBY kepada pengurus inti partainya hanyalah dalam rangka persiapan rapat kerja nasional (rakernas) yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
"Pertama, dalam rangka persiapan rakernas. Poinnya, untuk meningkatkan konsolidasi dalam rangka pemenangan pemilu legislatif," ungkap Jhony di Gedung DPR, 23 Oktober 2013.
Jubir PPI Ma'mun mengaku telah membaca SMS tersebut. Menurut dia, SMS yang diduga dari SBY itu berlebihan. "Katanya ada 10 poin SMS. Itu juga saya sudah baca SMS-SMS itu. Menurut saya itu berlebihan atas penyikapan terhadap PPI," ujar Ma'mun di Jakarta, 23 Oktober 2013.
Ma'mun menambahkan, sebenarnya tanggapan terhadap PPI tidak perlu berlebihan. Sebab ormas yang bermarkas di Duren Sawit, Jakarta Timur, itu masih baru.
"PPI itu baru seumur jagung, PPI itu hanya kaki lima. Tidak perlu menanggapi PPI berlebihan," cetus Ma'mun.
Dia menambahkan, Presiden SBY seharusnya tak perlu takut atas kehadiran PPI. Sebab PPI bukanlah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ditakuti oleh pemerintahan Orde Baru.
"Apa yang ditakutkan dari PPI? Tak ada yang perlu ditakutkan dari PPI. PPI itu hanya organisasi seumuran jagung. PPI juga bukan PKI, kenapa harus juga ditakuti?" tegas Ma'mun.
Lebih lanjut, Ma'mun yang juga merupakan mantan pengurus DPP Partai Demokrat ini menegaskan, PPI tidak punya niat dan tidak pernah menyudutkan Demokrat. Karena itu, tak ada alasan bagi SBY untuk melarang kader Demokrat, menjauhi, atau berhati-hati terhadap PPI.
"Ndak ada mendeskreditkan Demokrat. Itu ndak ada. Apa alasan Pak SBY melarang kader demokrat berhati-hati dengan PPI?" cetus Ma'mun.
PPI Diminta Bubar
Partai Demokrat tak bisa menyembunyikan kegeraman atas sikap loyalis Anas yang tergabung dalam ormas PPI. Terakhir, partai berlambang mercy itu meradang soal isu tak sedap yang menyebut mantan Ketua Umum PD Subur Budhisantoso tak menghadiri acara diskusi PPI karena 'diculik' Badan Intelijen Negara (BIN)
Wakil Ketua Umum PD Nurhayati Ali Assegaf mengaku heran karena setiap kali PPI membuat acara, selalu saja dikaitkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Sang Ketum PD.
"Kenapa harus selalu ketika ada acara di PPI kemudian menyangkutpautkan dengan Demokrat, khususnya dengan Pak SBY? Ini yang nggak benar. Ada apa sebenarnya dengan PPI?" kata Nurhayati di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 21 Oktober 2013.
Nurhayati pun menyarankan bahwa PPI dibentuk hanya untuk berseberangan dengan SBY, sebaiknya organisasi bentukan Anas itu dibubarkan saja.
"Apa maksud dan tujuan PPI diadakan? Kalau itu maksud dan tujuannya untuk terus berseberangan dengan Presiden, tutup saja, dan itu hak pemerintah," tegasnya.
Nurhayati yang juga Ketua Fraksi PD DPR ini menjelaskan bahwa sebaiknya ormas yang didirikan untuk membangun bidang budaya seperti yang diungkapkan Anas Urbaningrum beberapa waktu lalu, tidak sepatutnya terus menyudutkan pemerintah.
"Apakah tujuan PPI ada itu hanya untuk mendiskreditkan Demokrat? Apalagi pemerintah? Bukankah PPI ada untuk budaya, kalau terus-menerus mendiskreditkan Partai Demokrat apalagi pemerintah, berarti tidak perlu ada, itu kan tidak benar," pungkas Nurhayati.
Sementara Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyatakan, pemerintah tidak bisa membubarkan PPI Anas. Sebab, dalam era reformasi ini, siapapun berhak mendirikan organisasi.
"Pemerintah nggak bisa membubarkan PPI, bagaimana jalannya? Jadi, dalam era reformasi ini tidak bisa," kata Ramadhan Pohan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2013.
Pernyataan Ramadhan Pohan ini jelas bertolak belakang dengan pernyataan Nurhayati yang meminta PPI dibubarkan apabila ormas itu selalu berseberangan dengan Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun menurut Ramadhan Pohan, pernyataan Nurhayati itu hanyalah pendapat pribadi. Bukan sikap resmi Partai Demokrat. Pernyataan itu hanyalah bentuk kegelisahan dan kegalauan kader-kader Demokrat terhadap sikap dan pernyataan oknum anggota PPI yang terkesan selalu menyudutkan partainya dan Presiden SBY.
"Soal Bu Nur, itu kegalauan Bu Nur dan kita terhadap oknum-oknum PPI itu," jelasnya.
Oleh karena itu, Ramadhan Pohan menyarankan agar PPI tidak perlu dibubarkan. Tetapi dia berharap agar para anggota-anggota PPI dapat lebih elegan lagi dalam bersikap dan berkomentar tanpa harus menyudutkan pihak lain.
"Jadi ngapain dibubarin, ya biarkan saja," tegas Ramadhan Pohan
Meski Nurhayati menyarankan untuk membubarkan PPI, namun Wasekjen Partai Demokrat Andi Nurpati membantah partainya punya agenda untuk membubarkan ormas PPI.
"Membubarkan PPI? Tidak ada obrolan itu di internal kami. Dalam rapat harian terbatas juga tak pernah ada pembahasan sedikit pun terkait pembubaran PPI itu," kata Wasekjen Partai Demokrat, Andi Nurpati, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, 23 Oktober 2013.
Andi berujar, jika pun ada suara di Partai Demokrat yang akan membubarkan PPI, itu hanyalah oknum. "Itu oknum saja, meskipun dia sebagai salah satu elite politik di Demokrat. Jadi memang tidak pernah dalam rapat DPP membahas pembubaran. Jadi tolong dibedakan di mana oknum dan di mana secara institusi ya," ujar Andi.
Sebaliknya, Andi mengatakan ormas itu bagus keberadaannya, di mana bisa menjadi wadah untuk menampung ide-ide dan menjadikan pembelajaran di bidang apa pun bagi masyarakat. Ia pun menegaskan, keberadaan PPI tidak berbahaya sama sekali bagi Partai Demokrat.
"Hak semua orang kan mendirikan partai politik, ormas, dan lainnya. Itu kan keberadaannya bisa bermanfaat," tandas Andi.
Bubarkan PPI = Antidemokrasi
Jubir PPI Ma'mun mengaku terkejut dengan pernyataan Nurhayati yang meminta pembubaran ormasnya. Pernyataan itu, menurut dia, mencerminkan antidemokrasi.
Menurut Ma'mun, pernyataan Nurhayati bukanlah pernyataan resmi Partai Demokrat. Sebab, permintaan pembubaran PPI yang didirikan Anas Urbaningrum itu tidak mencerminkan demokrasi yang selalu dijunjung tinggi oleh Demokrat yang dipimpin SBY.
"Ketika ada pernyataan dari warga negara, baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi maupun jabatan yang melekat meminta pembubaran PPI sebenarnya bentuk pemikiran antidemokrasi," kata Ma'mun di Senayan, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2013.
Ma'mun mengaku mengenal sosok Nurhayati, baik kepribadian maupun pemikiran politiknya. Dan desakan pembubaran PPI itu dianggap tidak mencerminkan sosok Nurhayati yang selama ini dikenal.
"Kami tahu dan kenal dengan Nurhayati, baik kepribadiaan maupun pemikirannya. Karena itu ketika Nurhayati menyatakan bahwa PPI perlu dibubarkan, kami berharap itu bukan bahasa dan sikap politik dari Nurhayati," ujar Ma'mun.
Menurut Ma'mun, Ketua Fraksi Demokrat di DPR itu dinilai tak paham mengenai Undang-Undang Ormas dan melanggar ketentuan Pasal 21 dan 59.
"Pernyataan Nurhayati merupakan tafsir paling kasar terhadap UU Ormas. Tentu tafsir ini sangat berbahaya," ucap Ma'mun.
Karena itulah, Ma'mun menyayangkan pernyataan Nurhayati. Apalagi ucapan itu keluar dari mulut seorang anggota DPR, yang juga pemimpin Fraksi PD.
"Semestinya dia berkewajiban dan harus bisa mengawal dengan baik produk undang-undang yang dihasilkan DPR," papar Ma'mun.
Dia menilai ada upaya dari kalangan tertentu untuk membenturkan ormas dengan Partai Demokrat. "Kami justru menilai bahwa saat ini ada upaya-upaya yang dilakukan kalangan tertentu yang coba membenturkan PPI dengan Partai Demokrat," urai Ma'mun.
Namun, Ma'mun enggan menyebutkan lebih jauh siapa kalangan tertentu yang mencoba membenturkan ormasnya dengan Partai Demokrat. "Bisa ditanya lah ke orang-orang Demokrat yang biasa menjelek-jelekan Demokrat," cetus Ma'mun.
Ma'mun mengatakan, kalangan tertentu yang mencoba membenturkan PPI dan Partai Demokrat tidak mempunyai nalar politik cerdas.
"Sesungguhnya mereka-mereka itu tidak mempunyai nalar politik yang cerdas," ujar Ma'mun.
SBY Takut Tersaingi?
Perseteruan antara kubu Cikeas dengan Duren Sawit, antara Presiden SBY dengan Anas Urbaningrum dinilai sudah meruncing.
Pengamat komunikasi politik, Tjipta Lesmana menyatakan, meruncingnya konflik tersebut lantaran sebagai politisi senior, SBY merasa tersaingi oleh juniornya, Anas Urbaningrum.
"Kalau menurut saya, SBY itu merasa tersaingi oleh Anas yang masih bertahan di dalam jalur politik setelah lepas dari Demokrat," ujar Tjipta setelah menghadiri peluncuran buku anggota DPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 23 Oktober 2013.
Tjipta menyayangkan, Presiden SBY mempunyai sikap seperti itu. Karena, menurut dia, Anas Urbaningrum masih muda dan masih akan terus belajar dalam dunia politik di Indonesia.
Dia menambahkan, persaingan antara kubu SBY dengan Anas kian meruncing pascabanyaknya kader Demokrat yang menyeberang ke PPI besutan Anas.
"Yang terakhir, Subur Budhisantoso yang direncanakan menjadi pembicara di acaranya Anas. Itu jelas menjadi kekhawatiran SBY," pungkas Tjipta. (Riz)