Dua pengamen yang didakwa membunuh Dicky Maulana, Andro Suprianto (18) dan Nurdin Prianto (23), divonis 7 tahun oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan itu pada Juni tahun lalu.
"Menyatakan bahwa terdakwa 1 Andro dan terdakwa 2 Nurdin telah terbukti melakukan pembunuhan secara bersama-sama. Kedua terdakwa masing-masing dijatuhkan hukuman pidana penjara 7 tahun," kata Hakim Ketua Suwanto saat membaca putusan di PN Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2014).
Putusan itu disambut tangis histeris dari ibu kandung Andro, Marni. Setelah putusan dijatuhkan, Marni berteriak-teriak. "Pak hakim yang benar dong, anak saya tidak bersalah, anak saya tidak bersalah, mana keadilan," teriak Marni dengan histeris sembari menangis.
Mendegar teriakan itu, Hakim Suwanto pun menghentikan pembacaan vonis. Petugas keamanan langsung menghampiri Marni dan memintanya tenang. Namun Marni tetap berteriak sembari berteriak bahwa anaknya bukan pembunuh Dicky.
"Anak saya enggak bersalah Pak Hakim. Polisi harus bertanggung jawab," kata Marni dengan nada tinggi.
Reaksi Marni menjadi perhatian para pengjung sidang lainnya karena merasa penasaran. Para pengunjung menghampiri ruang sidang utama tempat kedua terdakwa duduk di kursi pesakitan.
Teriakan Marni pun semakin memuncak, bahkan tim penasehat hukum Andro dan Nurdin dari LBH Jakarta sempat menenangkan Marni, namun tak digubrisnya. Hakim Suwanto kemudian mengetuk palu untuk menutup sidang.
Akhirnya, Marni digiring ke luar sidang. Di luar dia masih saja berteriak-teriak histeris. Sementara itu Andro dan Nurdin langsung dibawa ke mobil tahanan yang membawa keduanya pergi meningalkan pengadilan.
Sementara, kuasa hukum kedua terdakwa, Johanes Gea merasa kecewa dengan putusan hakim karena hakim tidak pertimbangkan fakta persidangan dan keterangan saksi yang dihadirkan.
"Mengecewakan. Lagi-lagi hakim berdasar pada BAP, padahal kesaksian pelaku yang dihadirkan yaitu Iyan menyebutkan bukan mereka berdua pelakunya," kata Johanes usai sidang. Mereka berencana banding.
Andro dan Nurdin dituduh membunuh Dicky Maulana, di Jembatan Cipulir, Jakarta, pada 1 Juni 2013. Mereka dituduh membunuh Dicky karena pengamen baru itu bersikap kurang sopan kepada seniornya sesama pengamen. Namun di persidangan keduanya membantah melakukan pembunuhan.
Seorang saksi mata bernama Iyan Pribadi dihadirkan pengacara Andro dan Nurdin. Saksi Iyan mengakui dirinyalah bersama dua rekannya, yakni Khairudin Hamza alias Brengos dan Jubaidi alias Jubai yang membunuh Dicky karena ingin menguasai speda motornya.
Namun, keterangan saksi Iyan, tak digubris hakim. Penyidik Polda Metro Jaya pun enggan memeriksa Iyan dan menangkap Brengos dan Jubai.
Sebelumnya, 4 terdakwa lain kasus ini dihukum 3 sampai 4 tahun. Mereka masih di bawah umur. Keempat terdakwa lainnya itu adalah FP diyang dihukum 4 tahun penjara, F 3,5 tahun penjara, dan BF serta AP yang dihukum 3 tahun penjara. (Eks)
"Menyatakan bahwa terdakwa 1 Andro dan terdakwa 2 Nurdin telah terbukti melakukan pembunuhan secara bersama-sama. Kedua terdakwa masing-masing dijatuhkan hukuman pidana penjara 7 tahun," kata Hakim Ketua Suwanto saat membaca putusan di PN Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2014).
Putusan itu disambut tangis histeris dari ibu kandung Andro, Marni. Setelah putusan dijatuhkan, Marni berteriak-teriak. "Pak hakim yang benar dong, anak saya tidak bersalah, anak saya tidak bersalah, mana keadilan," teriak Marni dengan histeris sembari menangis.
Mendegar teriakan itu, Hakim Suwanto pun menghentikan pembacaan vonis. Petugas keamanan langsung menghampiri Marni dan memintanya tenang. Namun Marni tetap berteriak sembari berteriak bahwa anaknya bukan pembunuh Dicky.
"Anak saya enggak bersalah Pak Hakim. Polisi harus bertanggung jawab," kata Marni dengan nada tinggi.
Reaksi Marni menjadi perhatian para pengjung sidang lainnya karena merasa penasaran. Para pengunjung menghampiri ruang sidang utama tempat kedua terdakwa duduk di kursi pesakitan.
Teriakan Marni pun semakin memuncak, bahkan tim penasehat hukum Andro dan Nurdin dari LBH Jakarta sempat menenangkan Marni, namun tak digubrisnya. Hakim Suwanto kemudian mengetuk palu untuk menutup sidang.
Akhirnya, Marni digiring ke luar sidang. Di luar dia masih saja berteriak-teriak histeris. Sementara itu Andro dan Nurdin langsung dibawa ke mobil tahanan yang membawa keduanya pergi meningalkan pengadilan.
Sementara, kuasa hukum kedua terdakwa, Johanes Gea merasa kecewa dengan putusan hakim karena hakim tidak pertimbangkan fakta persidangan dan keterangan saksi yang dihadirkan.
"Mengecewakan. Lagi-lagi hakim berdasar pada BAP, padahal kesaksian pelaku yang dihadirkan yaitu Iyan menyebutkan bukan mereka berdua pelakunya," kata Johanes usai sidang. Mereka berencana banding.
Andro dan Nurdin dituduh membunuh Dicky Maulana, di Jembatan Cipulir, Jakarta, pada 1 Juni 2013. Mereka dituduh membunuh Dicky karena pengamen baru itu bersikap kurang sopan kepada seniornya sesama pengamen. Namun di persidangan keduanya membantah melakukan pembunuhan.
Seorang saksi mata bernama Iyan Pribadi dihadirkan pengacara Andro dan Nurdin. Saksi Iyan mengakui dirinyalah bersama dua rekannya, yakni Khairudin Hamza alias Brengos dan Jubaidi alias Jubai yang membunuh Dicky karena ingin menguasai speda motornya.
Namun, keterangan saksi Iyan, tak digubris hakim. Penyidik Polda Metro Jaya pun enggan memeriksa Iyan dan menangkap Brengos dan Jubai.
Sebelumnya, 4 terdakwa lain kasus ini dihukum 3 sampai 4 tahun. Mereka masih di bawah umur. Keempat terdakwa lainnya itu adalah FP diyang dihukum 4 tahun penjara, F 3,5 tahun penjara, dan BF serta AP yang dihukum 3 tahun penjara. (Eks)