Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapat 6.000 laporan tiap jam terkait transaksi mencurigakan. Dari ribuan laporan itu, hanya 2.500 yang ditelusuri. Namun, tak jarang pula laporan yang sudah dianalisa tersebut hilang begitu saja.
Karena itu anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengaku kecewa atas menguapnya laporan yang telah dianalisa PPATK. Dia kemudian meminta PPATK menyerahkan laporan transaksi mencurigakan ke DPR. Menurutnya, hal itu dapat menjadi 'amunisi' bagi DPR untuk mengawasi kinerja KPK.
"PPATK saya minta laporan secara periodik, 6 bulan sekali misalnya. Supaya jadi amunisi DPR saat rapat dengan KPK," ujar Eva dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (15/2/2014).
Selain itu, menurut Eva, cara itu bisa membuat laporan tersebut menjadi tak mubazir. Dan lagi, sebagai lembaga yang bersifat mengawasi, Eva meminta PPATK dapat bekerja sama dengan DPR.
"Agar tekanannya efektif ke penyidik KPK dan laporannya tak menguap begitu saja," tutur politisi PDIP ini.
Eva juga mengatakan, kinerja PPATK harusnya tak berhenti dengan mengumumkan temuan transaksi mencurigakan, tapi harus memberi kontribusi lebih. "Jangan cuma berhenti pada pengumuman pihak yang terlibat lalu hilang," tegasnya.
Trauma
Sementara Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana yang hadir dalam diskusi itu mengaku tak bisa menyanggupi permintaan Eva, karena ia bukan pimpinan.
Namun, soal laporan agregat (daftar prakiraan), pernah diberikan PPATK di masa lampau pada DPR. Ketika itu, ada sejumlah inisial nama anggota dewan sehingga menyebabkan polemik.
"DPR bisa saja kita kasih agregatnya saja. Tapi itu bisa jadi diskusi ramai, seperti dulu pernah kita kasih. Kita pun jadi trauma," pungkas Ivan. (Ado)
Baca juga:
Awasi Dana Kampanye, KPU Gandeng PPATK Sebelum Pileg
Ketua PPATK: Tren Transaksi Mencurigakan Peserta Pemilu Meningkat
265 Transaksi Mencurigakan Diserahkan PPATK Selama 2013
Karena itu anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengaku kecewa atas menguapnya laporan yang telah dianalisa PPATK. Dia kemudian meminta PPATK menyerahkan laporan transaksi mencurigakan ke DPR. Menurutnya, hal itu dapat menjadi 'amunisi' bagi DPR untuk mengawasi kinerja KPK.
"PPATK saya minta laporan secara periodik, 6 bulan sekali misalnya. Supaya jadi amunisi DPR saat rapat dengan KPK," ujar Eva dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (15/2/2014).
Selain itu, menurut Eva, cara itu bisa membuat laporan tersebut menjadi tak mubazir. Dan lagi, sebagai lembaga yang bersifat mengawasi, Eva meminta PPATK dapat bekerja sama dengan DPR.
"Agar tekanannya efektif ke penyidik KPK dan laporannya tak menguap begitu saja," tutur politisi PDIP ini.
Eva juga mengatakan, kinerja PPATK harusnya tak berhenti dengan mengumumkan temuan transaksi mencurigakan, tapi harus memberi kontribusi lebih. "Jangan cuma berhenti pada pengumuman pihak yang terlibat lalu hilang," tegasnya.
Trauma
Sementara Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana yang hadir dalam diskusi itu mengaku tak bisa menyanggupi permintaan Eva, karena ia bukan pimpinan.
Namun, soal laporan agregat (daftar prakiraan), pernah diberikan PPATK di masa lampau pada DPR. Ketika itu, ada sejumlah inisial nama anggota dewan sehingga menyebabkan polemik.
"DPR bisa saja kita kasih agregatnya saja. Tapi itu bisa jadi diskusi ramai, seperti dulu pernah kita kasih. Kita pun jadi trauma," pungkas Ivan. (Ado)
Baca juga:
Awasi Dana Kampanye, KPU Gandeng PPATK Sebelum Pileg
Ketua PPATK: Tren Transaksi Mencurigakan Peserta Pemilu Meningkat
265 Transaksi Mencurigakan Diserahkan PPATK Selama 2013