Anggota Dewan Berkelahi di Bolmong

Keributan bermula dari perbedaan pendapat dua anggota DPRD Bolmong, Sulut, dalam mengatasi masalah yang diadukan warga. Keributan berakhir setelah masing-masing dipisahkan anggota Dewan lain dan demonstran.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Jan 2005, 09:24 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2005, 09:24 WIB
190105aDemoSulut.jpg
Liputan6.com, Bolmong: Aksi menentang penambangan pasir di Kantor DPRD Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Selasa (18/1), diwarnai perkelahian antarsesama anggota Dewan. Keributan bermula dari perbedaan pendapat dalam mengatasi masalah yang diadukan warga. Wakil Ketua DPRD Jemicia yang memimpin rapat berbeda pendapat dengan Ketua Komisi A Yusuf Mooduto. Perang mulut dan adu fisik tak terhindarkan. Keributan berakhir setelah masing-masing dipisahkan anggota Dewan lain dan pengunjuk rasa.

Unjuk rasa sebenarnya menuntut pembatalan izin bupati terhadap penambangan pasir besi di pesisir pantai. Warga menuding penambangan pasir besi dapat mengancam perkampungan penduduk di sekitarnya. Kegiatan penambangan juga diyakini bisa merusak pantai yang berbuntut mengganggu mata pencaharian nelayan. Meski tidak tercapai kesepakatan dengan DPRD, warga akhirnya membubarkan diri secara tertib.

Aksi massa juga memicu keributan di Gedung DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sekitar 750 pedagang kaki lima kesal karena anggota DPRD Makassar menolak tuntutan mereka. Tuntutan pengunjuk rasa tak enteng. DPRD diminta meninjau kembali Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2004 tentang prosedur tata terib bangunan dan pembinaan sektor informal di wilayah Makassar. Keributan terjadi karena para pedagang yang terus memaksa seorang pimpinan Dewan untuk menerima aspirasi mereka dihalang-halangi polisi pamong praja. Kericuhan berakhir setelah dilakukan negosiasi.

Sebelum menuju DPRD, pengunjuk rasa sempat melakukan longmarch dari depan Kantor Bank Dunia. Aksi ini menyebabkan antrean panjang kendaraan. Dalam orasinya, para pengunjuk rasa mengecam wali kota dan DPRD Makassar yang telah mengeluarkan Perda Nomor 20 Tahun 2004. Perda ini dianggap tidak memihak kepada para pedagang kaki lima. Pengunjuk rasa juga menilai Perda ini hanya dijadikan alasan pemda untuk menggusur mereka.(AWD/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya