Cara Kominfo Ajak Masyarakat Cegah Perundungan Siber

Salah satu tantangan terbesar generasi muda ketika bergaul di dunia maya saat adalah perilaku perundungan siber atau cyberbullying.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2022, 00:04 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2022, 23:04 WIB
Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Sadar Hukum dan HAM: Perundungan Siber dan Etika Siber” pada hari Senin (21/02/2022),
Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Sadar Hukum dan HAM: Perundungan Siber dan Etika Siber” pada hari Senin (21/02/2022),

Liputan6.com, Jakarta Jumlah kasus perundungan siber terus bertambah seiring meningkatnya jumlah pengguna internet dan arus informasi di media sosial. Bila tidak disikapi dengan baik, perundungan siber yang merupakan bentuk penyalahgunaan media sosial bisa memberi masalah. 

Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Kemkominfo, Bambang Gunawan, menegaskan bahwa salah satu tantangan terbesar generasi muda ketika bergaul di dunia maya saat adalah perilaku perundungan siber atau cyberbullying.

Selain itu, keriuhan informasi yang disertai dengan konten negatif dan hoaks juga menjadi tantangan lain di dalam dunia digital saat ini.“Literasi digital yang kuat yang dimiliki masyarakat menjadi modal utama dalam menangkal konten negatif dan informasi hoaks yang masih beredar”, kata dia ketika membuka Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Sadar Hukum dan HAM: Perundungan Siber dan Etika Siber” pada hari Senin (21/02/2022),

Sejalan dengan hal tersebut, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menambahkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi juga perlu adanya pembatasan.

“Kalau kita melihat Kovenan Internasional Hak Sipil Politik yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, ada dua pembatasan utama, yaitu: pertama, tidak merendahkan harkat dan martabat orang lain, dan yang kedua, tidak membahayakan keamanan nasional,” katanya.

Selanjutnya, selain dua pembatasan yang utama itu tadi juga ada mekanismenya, seperti pembatasan kebebasan berpendapat itu harus diatur oleh hukum dan diperlukan dalam masyarakat demokratis.

“Artinya apa? yaitu semua ini adalah untuk mengimplementasikan soal menghormati hak orang lain”, tegas Beka.

Kemudian Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Nyarwi Ahmad, menyampaikan bukan hanya sekadar kemampuan berkomunikasi di publik yang dibutuhkan tetapi juga orang itu perlu mengerti prinsip-prinsip berkomunikasi di ruang publik itu seperti apa, tahu norma dan etika, apa saja dan mana saja yang bisa dan pantas dilakukan dan sebagainya.

“Itu semua penting untuk dilakukan, bila tidak, pasti akan memunculkan persoalan, salah satunya ya cyber-bullying”, tambahnya.

 

Kehidupan Nyata dan Maya

Ilustrasi Facebook - Media sosial
Ilustrasi Facebook - Media sosial (Foto: Unsplash.com/William Iven)

Menanggapi maraknya cyberbullying yang terjadi di kalangan masyarakat, Staf Khusus Menkominfo, Rosarita Niken Widiastuti menilai banyak masyarakat mengira kehidupan nyata dan kehidupan dunia maya berbeda.

Di kehidupan nyata ada etika dan sopan santun, namun ketika di media sosial seorang diri seolah-olah tidak ada tanggung jawab pada apa yang mereka tulis dan upload, padahal apapun yang di-upload semuanya meninggalkan histori.

“Jejak digital akan selalu ada dan tidak terhapus sampai kapanpun. Jadi mari berinvestasi dengan mengunggah konten-konten yang positif di dunia maya”, tuturnya.

Publik figur, Tasya Kamila, memberikan tipsnya dalam menghadapi perundungan siber seperti yang pernah dialaminya.

Menurut Tasya, orang-orang yang sering berkomentar yang sifatnya hinaan, tidak penting, dan cenderung membully, tidak perlu dikasih “panggung” atau “dicuekin” saja dan apabila terlalu menggangu bisa di-block.

Meskipun demikian, Tasya menambahkan bahwa semuanya kembali lagi kepada kita dalam memposting konten, menurutnya kita harus menjadikan halaman media sosial kita sebagai konten yang menyebarkan positivity dan itu akan menghasilkan pengikut-pengikut yang positif juga.

“Kalau kita suka posting yang kontroversi maka yang bakalan menanggapi postingan kita juga pastinya akan menuai respon-respon yang kontroversi juga, tetapi kalau kita ingin membangun komunitas yang positif ya kita pun juga harus mengkurasi konten kita”, kata Tasya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya