Nekat Tenggak Pertalite, Ini Dampak Buruk Bagi Kendaraan

Terdapat tiga masalah yang akan timpul pada kendaraan bermotor jika menggunakan bensin yang tidak sesuai dengan ROM requirementnya.

oleh Rio Apinino diperbarui 24 Jul 2015, 21:00 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2015, 21:00 WIB
20150723-Persiapan Peluncuran Pertalite-Jakarta-Ahmad Bambang
Harga Pertalite ini berada di atas harga BBM jenis Premium (oktan 88) dan di bawah harga BBM jenis Pertamax (oktan 92), Jakarta, Kamis (23/7/2015). Pertamina akan mulai memasarkan Pertalite pada Jumat (24/7/2015). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) hari ini (24/7/2015) resmi meluncurkan Pertalite. Sayang, bahan bakar dengan RON 90 itu dianggap tidak memenuhi persyaratan kualitas untuk kendaraan yang ada di Indonesia.

Menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, kendaraan di Indonesia umumnya butuh BBM dengan RON minimal 92. Jika kompresi yang makin tinggi, maka harus semakin tinggi juga RON yang dikonsumsi.

Ia mencontohkan, sepeda motor Honda Scoopy punya kompresi rasio 9,5:1, mobil LCGC dan MPV kelas 1.500 cc ke bawah rata-rata kompresinya 10:1. Bahkan, beberapa mobil menengah seperti Mazda punya kompresi yang terbilang tinggi, yakni 13:1.

Praktis, katanya, kendaraan yang punya kompresi 9:1 saja, harus mengonsumsi BBM dengan RON minimal 92. Tentu dengan kompresi yang makin tinggi, yaitu 10:1 ke atas idealnya menenggak bensin minimal RON 95.

"Jika dipaksakan dengan bensin yang tidak sesuai RON requirement-nya, kendaraan akan ngelitik (knocking)," jelasnya melalui keterangan yang diterima Liputan6.com.

Konsekuensi pertamanya, mobil atau motor tidak bertenaga. "Karena bensin dengan RON lebih rendah akan terbakar oleh kompresi piston di ruang pembakaran mesin dan bukan terbakar oleh percikan api busi," katanya.

Karena itu, masalah turunannya adalah bensin lebih boros sekira 20 persen karena terbakar percuma tanpa menghasilkan tenaga, serta emisi yang lebih tinggi.

Masalah terakhir adalah detonasi, yaitu proses pembakaran pada mesin yang tidak tepat pada waktunya. "Ini menyebabkan kerusakan pada piston dan lain-lain karena efek self ignition," tandasnya. 

(rio/gst)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya