Liputan6.com, Tokyo Mau lihat keteraturan ditegakkan? Datanglah ke Jepang. Salah satu negara maju di dunia ini punya aturan yang sangat dijunjung tinggi warganya. Tak terkecuali kehidupan berlalu lintas.
"Di sini, setiap orang boleh mabuk (minum alkohol)," ujar Ping Tjuan Suharna, warga Indonesia yang telah menetap di Jepang selama 22 tahun. Tapi perlu diingat tambahnya, "Mereka bukan alkoholik. Mereka minum alkohol untuk bersosialisasi."
Advertisement
Baca Juga
Terlepas dari itu memang ada larangan keras bagi mereka yang mengkonsumsi minuman keras seperti sake. "Mereka tidak boleh mengemudikan kendaraan," kata tour leader dalam Toyota Media Tour 2017 akhir bulan lalu, ditulis Minggu (5/11).
Ada aturan yang jelas, if you wanna drink don't drive and if you wanna drive don't drink. Makanya bila suatu saat warga Jepang ingin bersosialisasi bersama rekan atau temannya, mereka tidak akan membawa mobil apalagi motor. Uniknya, ketika mereka mabuk berat ada orang yang akan mengantarkannya pulang. "Tinggal pergi (diantar teman) ke kantor polisi dan katakan mabuk. Polisi akan mengantar pulang. Gratis," tambah Ping.
Kondisi ini akan lebih baik ketimbang pulang dengan kendaraan umum yang bisa mengganggu penumpang lain. Urusan bisa beda. Begitu juga dengan mengemudikan mobil sendiri, bisa fatal akibatnya.
Satu yang sangat dihindari warga Jepang saat mengemudi, menabrak orang. Hukumannya sangat berat, apalagi bila ketahuan dalam kondisi tidak sadarkan diri akibat pengaruh alkohol. "Bisa dianggap sebagai pembunuhan berencana," jelas Ping yang sudah tinggal di Jepang sejak masa kuliah. Bila korban tabrak meninggal, penabrak bisa dipenjara seumur hidup. Kalau cacat, setidaknya 15 tahun kamar di hotel prodo siap menemani.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Di Jepang, Mending Punya 3 Pacar daripada 1 Mobil
Sejumlah anekdot menarik terjadi di Jepang terkait kepemilikan mobil. Salah satunya tentang mahalnya memiliki sebuah mobil.
Bukan harga mobil yang menjadi handicap utama dalam kepemilikannya. Tapi tahapan memilikinya yang membuat warga Jepang berpikir berkali lipat untuk membeli sebuah mobil.
Diutarakan Ping Tjuan Suharna, warga Indonesia yang telah tinggal 22 tahun di Negeri Matahari Terbit, proses memiliki mobil sangat sulit, lama dan pastinya mahal. Saking mahal dan ribetnya, Ping membandingkannya dengan biaya 'pacaran'. "Mending punya tiga pacar ketimbang punya 1 mobil," ujarnya saat mengantar rombongan Toyota Media Tour 2017 di Yokohama, Jepang, Jumat (27/10).
Untuk mendapatkan mobil, seseorang harus punya SIM. Harganya bisa lebih dari Rp 40 juta. Itupun kalau langsung lulus. Bila tidak tentunya ada biaya tambahan lagi. Rata-rata mengulang 4 ujian tulis sebelum ujian praktik.
Lantas harus punya sertifikat kepemilikan lahan parkir. Sebulannya, bayar parkir bisa bisa Rp 6 juta, jumlah yang sama untuk menyewa apartemen 23 meter persegi di Tokyo.
Bandingkan dengan miliki pacar. Menurut Ping, proses pacaran di Jepang tidak sama dengan di Indonesia. "Semuanya berbagi. Biaya yang sama untuk laki dan perempuan," ujarnya.
Tak ada obligasi buat pria mentraktir pasangannya. Termasuk misalnya kalau mau pergi keluar kota pakai mobil. "Tinggal sewa mobil, bayar sewanya setengah-setengah. Bensinnya juga, termasuk sewa kamar bila menginap di hotel," ujar pria dua anak ini.
Advertisement