Liputan6.com, Jakarta - Mobil plug-in hybrid (PHEV) dianggap lebih banyak mengeluarkan CO2 atau karbon dioksida, dan tidak seperti yang diiklankan. Hal tersebut, menurut tes yang dilakukan oleh Transport and Environment (T&E) Eropa.
Melansir Reuters, berdasarkan hasil tes tersebut, kelompok ini meminta kepada pemerintah untuk mengakhiri subsidi dan keringanan pajak untuk model PHEV.
Pengujian dilakukan oleh Emissions Analytics kepada tiga SUV PHEV, yaitu MW X5, Volvo XC60, dan Mitsubishi Outlander.
Advertisement
Bahkan, dalam kondisi optimal, kendaraan ini mengeluarkan jauh lebih banyak CO2 daripada yang diiklankan.
"PHEV adalah mobil listrik palsu, dibuat untuk uji laboratorium dan keringanan pajak, bukan mengemudi sungguhan," ujar Julia Poliscanova, direktur senior T&E.
"Pemerintah harus berhenti mensubsidi mobil-mobil ini dengan miliaran uang pembayar pajak,' tambahnya.
Menanggapi masalah tersebut, juru bicara Volvo mengatakan dalam surat elektronik, jika semua mobilnya bersertifikat dan sepenuhnya mematuhi undang-undang emisi yang ada.
Sedangkan juru bicara Mitsubishi, Amanda Gibson menjelaskan, bahwa tes independen dapat menghasilkan angka yang tidak dapat diandalkan atau variabel tergantung pada kondisi.
"Kami secara alami menentang setiap temuan di mana kami tidak memiliki pengawasan terhadap pengujian atau metodologi," tegasnya.
Sementara, pihak BMW tidak segera menjawab masalah ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Terknologi gerbang
Pengumuman T&E ini datang hanya beberapa hari setelah aturan Uni Eropa yang menetapkan batas emisi yang ketat bagi pembuat mobil, untuk mencapai aktivitas mereka dan digolongkan sebagai investasi berkelanjutan.
Di bawah aturan itu, kendaraan hibrida akan kehilangan label hijau mulai 2026 dan seterusnya.
Mobil PHEV adalah rumah singgah antara mesin pembakaran konvensional dan kendaraan listrik, yang menggabungkan mesin yang lebih kecil dengan motor listrik dan baterai.
Mobil jenis ini sering disebut sebagai teknologi gerbang, yang dirancang untuk membuat konsumen nyaman dengan teknologi kendaraan listrik (EV), terutama karena kegelisahan tentang jarak kendaraan listrik penuh, yang telah menjadi hambatan untuk adopsi massal.
Hal ini juga membantu pembuat mobil meningkatkan pengembalian investasi dalam teknologi mesin pembakaran.
Advertisement