Jokowi Segera Putuskan Nasib Calon Tunggal Pilkada

Meski begitu, Jokowi mengaku sudah mempersiapkan perhelatan demokrasi akbar tersebut.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 09 Agu 2015, 15:47 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2015, 15:47 WIB
Jokowi
Presiden Jokowi (foto: Faizal Fanani)

Liputan6.com, Pandeglang - Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan mengambil sikap terkait daerah yang memiliki pasangan tunggal pada masa akhir perpanjangan pendaftaran peserta Pilkada. KPU kembali membuka pendaftaran pada 9 hingga 11 Agustus 2015.

"Ini kan masih diundur nanti sampai hari Selasa (11 Agustus 2015). Ya ditunggu sampai Selasa lah. Kan nanti kalau sudah hari Selasa, baru kita berbicara solusinya," kata Jokowi di Pandeglang, Banten, Sabtu 8 Agustus 2015.

Meski begitu, Jokowi mengaku sudah mempersiapkan perhelatan demokrasi akbar tersebut. Aparat kepolisian sudah diperintahkan untuk bersiaga menjaga keberlangsungan pesta demokrasi ini.

"Polri sudah kita perintahkan untuk bersiap. Menyiapkan diri dalam rangka pengamanan. Dan ini memang peristiwa besar pertama yang juga di seluruh daerah menyelenggarakan," ujar Jokowi.

Dinasti Politik

Menurut mantan pimpinan KPK nonaktif Bambang Widjajanto, dalam perhelatan Pilkada serentak sangat besar kemungkinan munculnya dinasti politik baru, khususnya di Banten. Di seluruh Indonesia, ada sekitar 30 dinasti politik.

"Di Indonesia ada sekitar 30 kasus (dinasti) seperti ini di Indonesia. Jadi dinasti ini hidup dan berkembang di sebagian daerah Indonesia. Di Indonesia itu kan ada, istri pertama nyalon (Pilkada), istri kedua nyalon. Ada juga suami-istri nyalon," kata Bambang di Kota Serang, Banten.

Menurut pria yang akrab disapa BW ini, tahun 2015-2017 merupakan tahun politik yang sangat bisa dimanfaatkan para calon inchumbent ataupun dinasti politik memanfaatkan dana proyek APBD untuk kepentingan kampanye calon tertentu.

"Tahun ini dan tahun depan ada Pilkada serentak, lalu duitnya dari mana. Pertama, kemungkinan pakai dana bansos dan hibah. Kemungkinan kedua, sumber daya alam, keluarkan izin, lalu uang keluar. Ketiga, lihat APBD, kalau ada proyek mercusuar, proyek-proyek besar yang sebenarnya kepentingannya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Ada juga proyek yang susah pembuktiannya oleh penyidik, seperti pembibitan ikan," terang dia.

Perilaku korupsi seperti itu akan sangat sulit diberantas tanpa dukungan politik dari pemerintah dan DPR. Karena, banyak pejabat yang tak suka korupsi diberantas.

"Terlebih, lembaga pemberantasan korupsi tidak diberikan dukungan politik. Disisi lain, penguasa tidak suka dengan adanya lembaga antikorupsi," tukas Bambang. (Ali/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya