Jelang Pilkada, Ada Politik Uang di Semarang?

Uang Rp 50 ribu diberikan untuk mengganti transport ke TPS.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 03 Nov 2015, 16:47 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2015, 16:47 WIB
Ilustrasi Politik Uang 2
Ilustrasi Politik Uang (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Semarang - Semakin mendekati hari pelaksanaan pilkada serentak, isu politik uang (money politics) semakin kencang berhembus. Sejumlah warga di Semarang, Jawa Tengah, dijanjikan uang oleh orang yang mengaku sebagai perwakilan salah satu pasangan calon.

Pantauan Liputan6.com, di Kelurahan Tlogomulyo warga didatangi orang asing yang mengaku utusan dari Sigit Ibnugroho. Utusan pasangan calon nomor 3 ini juga mendata warga yang memiliki hak suara. Sudarto, salah seorang warga mengaku sudah didatangi orang tersebut hingga 3 kali.

"Dicatat namanya, terus disuruh ngisi formulir. Katanya bukan money politics, tapi sekedar uang saku ke TPS. Besarnya Rp 50 ribu, namun masih dijanjikan," kata Sudarto, Selasa (3/11/2015).

Menurut dia, sejauh ini pendataan itu berjalan lancar. Namun, dia memastikan warga tidak akan memilihnya. "Kan kami sudah pernah diajari, terima saja uangnya, namun kalau pilihan kan enggak ada yang tahu," kata Sudarto.

Ketua KPU Kota Semarang Henry Wahyono mengatakan, money politics haram hukumnya dalam pilkada. Ini sesuai Pasal 149 KUHP tentang Pelanggaran Pemilu dan PKPU Nomor 7 Tahun 2015.

Dalam undang-undang itu disebutkan, pemberi dan penerima money politics dalam Pilwalkot Semarang 2015 akan dijerat pasal pidana.

"Kita bersama harus tanamkan bahwa money politics adalah sesuatu yang buruk dan bisa merusak demokratisasi yang kita bangun selama ini," kata Henry.

Saat dikonfirmasi, Sigit mengaku tidak akan melakukan operasi money politics. Mengenai sejumlah uang yang sudah dibagikan ke masyarakat, dia menyebut sebagai ongkos politik. Tim pemenangan yang dibentuknya tentu membutuhkan operasional.

"Untuk memasang alat peraga saja kan sudah memakai waktu mereka. Nah, sebagai ganti jam kerja mereka diberi uang operasional," kata Sigit.

 

Sementara tanggapan berbeda datang dari calon petahana Hendrar Prihadi. Merasa tak memiliki modal besar, Hendi kemudian membentuk 'Satgas Anti-money Politics'.

Pembentukan Satgas Anti-money Politics merupakan pendidikan politik bagi masyarakat agar iklim demokrasi tetap terjaga.

"Semarang bukanlah milik wali kota dan wakilnya saja, Semarang adalah milik kita semua, jadi jangan sampai demokrasi yang telah berjalan baik selama ini dirusak," kata Hendi.

Tugas Satgas Anti-money Politics itu utamanya adalah memberikan pengarahan kepada struktural partai agar dapat benar-benar mengawal pilwalkot sesuai regulasi yang ditetapkan oleh KPU Kota Semarang. Juga memberi pendidikan politik mengenai dampak buruk politik uang bagi suatu pemerintahan.

"Satgas ini dilengkapi tim hukum yang akan menindaklanjuti segala bentuk laporan dugaan money politics dari masyarakat. Jadi kami mengharapkan agar masyarakat berani melapor jika menemukan atau diberi sesuatu dengan tujuan agar memilih calon tertentu. Kami akan melindungi siapapun pelapornya," jelas Hendi.

Sejauh ini, sudah ada 5 laporan tentang dugaan politik uang ke Panwaslu Kota Semarang. Namun, belum ada satupun yang bisa diproses lebih lanjut dengan alasan tidak memenuhi syarat.‎ (Bob/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya