Liputan6.com, Jakarta - Nahdlatul Ulama DKI Jakarta mengimbau peserta pilkada agar jangan menyeret agama ke dalam politik praktis. Sebab, maraknya isu SARA dalam pemilihan kepala daerah telah membuat resah masyarakat.
Hal itu dinyatakan pada halaqah yang digelar Pengurus Wilayah Jamiyyatul Qurra wal Huffazh (JQH) NU DKI Jakarta untuk menetralkan isu-isu SARA yang dimainkan di tengah masyarakat.
Ketua PW JQH, Achmad Zarkasyi, menyatakan bahwa acara halaqah ini digelar dalam rangka memberikan pemahaman kepada para ustaz, kiai dan tokoh agama agar ikut memberikan pemahaman yang benar tentang agama.
Advertisement
"Agama tidak bisa diseret sedemikian jauh dalam gelanggang politik praktis, apalagi menyebabkan keresahan di tengah umat," kata Achmad Zarkasyi di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Senin (13/3/2017).
Zarkasyi mencontohkan spanduk-spanduk yang dipasang di berbagai wilayah dengan ancaman tidak akan mengurus jenazah muslim yang memilih pasangan nomor 2 dalam Pilkada Jakarta.
"Ancaman semacam itu sudah tidak masuk akal. Hal itu menunjukkan kepanikan orang yang menyebarkannya," katanya.
Dalam Islam, mengurus jenazah hukumnya fardhu kifayah. Semua orang akan berdosa jika tidak ada yang mau mengurus jenazah di sebuah lingkungan.
"Mengurus jenazah itu kewajiban orang yang hidup. Jahat sekali jika urusan jenazah dijadikan alat berpolitik demi merebut kekuasaan. Ancaman tidak mengurus jenazah hanya karena pilihan calon gubernur dalam Pilkada merupakan sikap yang bertentangan dengan ajaran agama Islam," ujar Zarkasy.
Dia meminta agar para ustaz dan tokoh agama tak mau dibohongi oleh oknum politisi yang sengaja memperkeruh suasana di Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Zarkasy, gerakan massif dan sistematis tersebut sudah cukup mengganggu ketenangan masyarakat.
"Politik seharusnya tetap menjaga etika dan kerukunan umat. Jangan menghalalkan segala cara hingga agama pun seperti dibajak sedemikian rupa hanya untuk menjegal pasangan calon tertentu dan memenangkan pasangan calon yang lain," kata Zarkasyi.
"Ingat ya, agama itu terlalu suci untuk dibajak demi kepentingan politik sesaat. Saya mengajak agar kita menghentikan cara-cara kotor seperti itu. Jika diteruskan, saya khawatir pemilik agama, Allah SWT, akan murka pada kita semua," tambah Zarkasyi.
Oleh karena itu, dirinya mengajak para tokoh agama untuk kembali menyebarkan ajaran agama yang mendamaikan dan menenangkan umat.
"Islam itu agama rahmat. Para ustaz dan tokoh agama harus mengajarkan nilai-nilai moral dan kebaikan kepada masyarakat. Kita semua bertanggung-jawab di dunia dan akhirat. Jangan sampai agama dijadikan alat untuk menyebar kebencian dan permusuhan. Permusuhan dan kebencian jelas tidak sejalan dengan ajaran Islam yang sangat luhur ini," tutur Zarkasyi.
Penelantaran jenazah terjadi di Jakarta Selatan. Jenazah nenek Hindun yang berusia 78 tahun ditelantarkan oleh masyarakat sekitar. Sebab, sang nenek yang sudah tak bisa berjalan sejak lama itu memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat saat Pilkada DKI putaran pertama.
Menurut keterangan Neneng, anak nenek Hindun, usai ibunya yang bernama Hindun bin Raisman itu mencoblos Ahok-Djarot, keluarganya menjadi pergunjingan. Neneng adalah putri bungsu Hindun.
"Kami ini semua janda, empat bersaudara perempuan semua, masing-masing suami kami meninggal dunia, kini ditambah omongan orang yang kayak gitu, kami bener-bener dizalimi, apalagi ngurus pemakaman orangtua kami aja susah," ujar Neneng, anak nenek Hindun, kepada Liputan6.com di kediamannya, Jalan Karet Raya II, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat 10 Maret 2017.