Penyandang Disabilitas Sambangi KPU Minta Revisi SK

PPUA Penca mengatakan, seharusnya dalam menentukan standar mampu jasmani dan rohani, KPU berpegang pada prinsip yang sudah diatur dalam UU.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Jan 2018, 20:32 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2018, 20:32 WIB
Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat sambangi KPU
Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat sambangi KPU (Liputan6.com/ Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat atau Disabilitas (PPUA Penca) menyambangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.

Kedatangan mereka untuk meminta revisi soal Surat Keputusan atau SK KPU Nomor 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Petunjuk Teknis atau Juknis Standar Kemampuan Jasmani, Rohani, serta Standar Pemeriksaan Kesehatan Jasmani, Rohani, dan Bebas Penyalahgunaan Narkotika dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

"Terkait dengan penerbitan SK tersebut, PPUA Penca sebagai lembaga advokasi hak-hak sipil dan politik penyandang disabilitas di Indonesia menyatakan keberatan dan mendesak KPU melakukan revisi dengan segera," ujar Ketua I PPUA Penca Heppy Sebayang di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2018).

Dia menjelaskan, seharusnya dalam menentukan standar mampu jasmani dan rohani, KPU berpegang pada prinsip yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) yang sudah ada.

"KPU seharusnya berpegang kepada prinsip yang sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota yang menyatakan bahwa syarat calon mampu secara jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e tidak menghalangi penyandang disabilitas," tegas Heppy.

Senada dengan Heppy, Ketua Umum PPUA Penca Ariani Soekanwo juga menyampaikan keberatannya kepada KPU.

"Sebenarnya KPU itu sudah mengakomodasi hak-hak disabilitas, untuk hak memilih, dipilih, dan menjadi penyelenggara pemilu, dan semua peraturannya sebetulnya sudah sinkron," kata Ariani.

Pemeriksaan Kesehatan Dinilai Dominan

Tetapi, lanjut dia, tiba-tiba keluarlah SK Juknis ini, yaitu ada kemampuan untuk standar jasmani dan rohani, serta juga pemeriksaan kesehatan.

"Maka ini yang kok tiba-tiba semua teman-teman di daerah dan di Indonesia merasa didiskreditkan, merasa didiskriminasi. Di sini pemeriksaan kesehatan dianggap yang paling dominan menentukan untuk lolos menjadi calon," ucap dia.

Padahal, menurut Ariani, pihaknya sudah mengusulkan bahwa pemeriksaan kesehatan adalah salah satu kriteria untuk lolos menjadi calon.

"Padahal kami mengusulkan bahwa pemeriksaan kesehatan adalah salah satu kriteria untuk lolos menjadi calon disamping juga kemampuan menganalisa, kemampuan untuk observasi, integritas, akuntabilitas, dan lain-lain itu kan juga semua ikut menentukan," tandas Ariani.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya