Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat melarang deklarasi #2019GantiPresiden di daerah kekuasannya apabila tidak memiliki izin dari kepolisian. Gerakan #2019GantiPresiden diinisiasi oleh Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera.
"Ya selama ada izin kepolisian kita kasih. Kalau nggak izin, janganlah," katanya di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Viktor menegaskan, Pemprov NTT tidak membatasi kebebasan warga untuk mendeklarasikan #2019GantiPresiden. Viktor mengaku tahu betul warga memiliki hak untuk mengganti presiden di Pilpres 2019.
Advertisement
"Kalau pemilu kan ganti presiden. Jadi bukan masalah di situ, bukan hastag, tapi masalah di izin. Dikasih (izin) nggak? Kalau tidak dikasih ya jangan," ujarnya.
"Ganti presiden biasa, memang Pemilu. 2019 Kalau Prabowo menang kan ganti presiden. Kalau Pak Jokowi tetap ya nggak jadi. Itu saja, bukan pada masalah hastag ganti presiden, tapi pada izin keramaian. Izin melakukan kegiatan itu ada tidak. Selama ada, saya go ahead," sambung Viktor.
Sebelumnya, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi NTT Sisilia Sona menegaskan, gerakan #2019GantiPresiden resmi dinyatakan sebagai kegiatan yang dilarang. Dia mengatakan, jika ada yang hendak mendeklarasikan gerakan tersebut maka akan berhadapan dengan aparat.
"Jika ada organisasi massa yang hendak melakukan gerakan #2019GantiPresiden maka akan berhadapan dengan aparat keamanan," kata Sisilia di Kupang, Selasa (4/9/2018).
Sisilia Sona mengatakan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menyatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden resmi dilarang. Atas dasar itu maka tidak boleh ada aktivitas #2019GantiPresiden di NTT.
Larangan ini dikeluarkan setelah Presidium Gerakan #2019GantiPresiden, Hajenang berencana menggelar deklarasi pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Reporter: Titin Supriatin
Saksikan video pilihan di bawah ini: