Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyesalkan rekomendasi Ijtima Ulama III untuk mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai peserta calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019. Pramono menyebut, rekomendasi tersebut sangat berlebihan.
"Ya itu terlalu berlebihan," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan, instrumen demokrasi di Tanah Air sudah jelas. Di mana, ada Undang-Undang Pemilu yang mengatur seluruh tahapan Pilpres mulai dari pemungutan suara di tingkat TPS sampai penghitungan suara di KPU RI.
Advertisement
"Dalam Pemilu harusnya digunakan instrumen Pemilu karena UU yang mengatur itu adalah UU yang berkaitan dengan demokrasi, berkaitan dengan Pemilu. Tidak ada UU dalam Pemilu kita yang mengatur tentang itu. Apapun itu kita harus pada posisi yang jelas, clear.Tak perlu lagi diinterprestasikan di luar itu," kata Pramono.
Ijtima Ulama III yang digelar di Hotel Lor In Sentul, Bogor, Jawa Barat pada Rabu 1 Mei 2019 merekomendasikan lima hal. Di antaranya mendesak KPU RI dan Bawaslu RI untuk mendiskualifikasi Jokowi - Ma'ruf Amin.
"Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi paslon capres cawapres 01," kata Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak saat membacakan rekomendasi Ijtima Ulama III.
Tanggapan Moeldoko
Sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada Kamis 2 Mei 2019 juga menyesalkan rekomendasi Ijtima Ulama agar KPU mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia menegaskan, Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara ijtima.
"Kita ini sudah ada konstitusi, ada undang-undang. Ada ijtima itu bagaimana ceritanya, negara ini kan negara hukum bukan negara ijtima," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Mantan Panglima TNI ini menuturkan, pemerintah memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk menyampaikan aspirasi. Namun, penyampaian aspirasi harus sejalan dengan konstitusi.
"Jadi jangan disimpangkan kanan kiri. Itu saja pakai pedoman, jelas-jelas negara berdasarkan hukum, bukan berdasarkan ijtima, itu harus jelas itu," ucapnya.
Mengenai permintaan pendiri Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab agar KPU menghentikan penghitungan suara Pilpres, Moeldoko tak mau ambil pusing. Dia menekankan, KPU bekerja sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 22e tentang Pemilu.
Ā
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka
Advertisement