Perludem soal PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu 2024: Pelanggaran Amanat Konstitusi

Menurut Titi, dalam sistem penegakan hukum Pemilu tidak dikenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta Pemilu.

oleh Winda Nelfira diperbarui 05 Mar 2023, 18:59 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2023, 19:34 WIB
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini (Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Penasihat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menanggapi soal putusan peradilan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima terkait penundaan Pemilu 2024. Menurut Titi keputusan tersebut bertentangan dengan undang-undang.

"PN yang memerintahkan penundaan pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat Konstitusi. Isi putusan yang aneh, janggal, dan mencurigakan," kata Titi saat dikonfirmasi, Kamis (2/3/2023).

Selain itu, menurut Titi, dalam sistem penegakan hukum Pemilu tidak dikenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta Pemilu. Langkah awal, kata Titi, partai politik (Parpol) hanya dapat menempuh sengketa ini di Bawaslu

"Saluran yang bisa tempuh partai politik hanyalah melalui sengketa di Bawaslu dan selanjutnya upaya hukum untuk pertama dan terakhir kali di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu diatur eksplisit dalam Pasal 470 dan 471 UU Nomor 7 Tahun 2017," jelas dia.

Dia menyampaikan bahwa dalam hal ini, PN Jakpus tidak punya kompetensi memutuskan penundaan Pemilu, apalagi sampai mengeluarkan instruksi menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

"Jadi bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini apalagi sampai memerintahkan penundaan Pemilu ke 2025," ucapnya.

Titi menerangkan bahwa pelanggaran administrasi dalam pendaftaran dan verifikasi parpol peserta Pemilu ihwal tata cara, prosedur, dan mekanismenya, hanya bisa ditempuh Partai Prima melalui Bawaslu. Sehingga, keputusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Prima ini terkesan aneh

"Ini aneh langkah menunda pemilu via upaya perdata di pengadilan negeri. Komisi Yudisial mestinya proaktif untuk memerika majelis pada perkara ini. Sebab ini Putusan yang jelas menabrak Konstitusi dan juga sistem penegakan hukum pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," katanya.

Kewenangan di MK

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus memerintahkan KPU agar Pemilu 2024 ditunda.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Sekjen PKS bidang Hukum Zainuddin Paru menyatakan gugatan yang diajukan Partai Prima adalah Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Yang menyatakan Partai Prima dirugikan secara Pardata. Namun tidak demikian dengan partai lain.

"Terhadap Surat Keputusan KPU seharusnya diperiksa dan diputus oleh PTUN. Bukan wilayah PN," kata Zainuddin saat dinkonfirmasi, Kamis (2/3/2023).

PKS menegaskan, tahapan Pemilu sudah berjalan tidak bisa diinterupsi karena persoalan satu partai. Apalagi, putusan Pemilu, lanjutnya, adalah ranah MK.

"Soal putusan pemilu berjalan atau tunda adalah kewenangan MK," kata dia.

Zainuddin menegaskan keputusan PN Jakpus tersebut tidak menghalangi KPU untuk terus bekerja melanjutkan tahapan Pemilu 2024.

"Putusan ini tidak menghalangi KPU melaksanakan tugasnya melanjutkan tahapan pemilu hingga diselenggarakan pada 14 Februari 2024," pungkas dia.

Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya